Tuesday, October 30, 2012

"ojo sok ngemingke..." begitu kira-kira simbah-simbah bertutur....


Tidak selalu yang kepagian itu beruntung, setidaknya itu yang saya alami selama dua hari, mencari tukang bubur ayam yang direkomendasikan oleh kakak sepupu saya. akhirnya baru di hari ketiga saya menemukan bapak itu. ternyata selama dua hari ini saya terlalu pagi sampai ditempat jualannya sehingga tidak menemukan lapak/gerobaknya. dan usaha saya berbayar sih, bubur ayamnya memang enak, padahal saya tidak menyukai bubur ayam, saya mencari tukang bubur itu hanya untuk mengetahui seperti apa bubur ayamnya dan membuktikan cerita kakak sepupu saya. mungkin setelah ini saya akan berubah, mulai bersahabat dengan bubur ayam. ahh siapa bilang tidak ada yang abadi...perubahan itu abadi :p

oiya, kembali ke kenapa saya mencari bapak e tukang bubur itu, karena kakak sepupu saya bercerita tentang bapak itu. ia jualan bubur ayam dari pukul 06.30 sampai 08.00, hanya 1,5 jam sodara...dan berapa uang yang ia hasilkan....? tanya sendiri gih...wkwkwk. kata kakak saya sehari dia bisa mendapat uang minimal....minimal sodara...100.000, jadi kalau 1 bulan 2.800.000 (gak usak protes, kan yang dibuat contoh bulan Februari dan bukan tahun kabisat) hanya dengan berjualan selama 1,5 jam, gooossshhh.....

Tadi dikantor saya mencoba menghitung-hitung, jika 1 hari bisa menjual 50 mangkok (sepertinya bapak itu lebih) dengan harga 5.000 per mangkok, berarti sehari dia membawa uang 250.000, dan saya mencoba merinci bahan-bahan , tidak sampai 100.000 sodara...jadi dengan menjual 50 mangkok dia bisa membawa pulang 150.000 per hari dan 4.500.000 setiap bulan, itu baru bubur ayam, seandainya bapak itu lebih kreatif lagi, dia bisa sekalian jual minuman, dan tambahan lauk lainnya, berapa uang yang bisa dia bawa pulang...? hanya selama 1.5 jam. hanya....dan saya kemudian berpikir saya bekerja berapa jam dan saya mendapat berapa? *ngelus dodo, bukannya tidak bersyukur, cuma ada hal yang harus dibenahi di pola pikir saya juga masyarakat.

pertama, memulai usaha itu ternyata tidak harus dengan sesuatu yang gemebyar, seringkali ketika orang ingin memulai usaha alasannya selalu tidak punya modal, ya mungkin benar, tetapi mungkin karena berpikirnya sudah yang wah dulu. Jualan bubur ayam paling banyak bermodal 3 Juta, 1 bulan sudah BEP, bulan kedua bisa untuk buka di tempat lain, bulan kelima punya lima gerobak di lima tempat berbeda, 1 tahun kemudian apa....? lima tahun kemudian....? 10 tahun kemudian....? mungkin sudah bisa piknik ke Neptunus *kalau cerita pendaratan manusia di bulan benar.

kedua, "Ojo sok ngemingke...." begitu kira-kira simbah-simbah bertutur, masyarakat awam seringkali menilai dari status sosial orang. orang masih melihat seseorang dari apa pekerjaannya. coba saja jika bapak e itu duduk bersama seorang berseragam pns misalnya, apa yang masyarakat lihat...? berani taruhan orang akan lebih melihat ke yang berseragam pns itu daripada bapak e penjual bubur, padahal kalau ditanya berapa yang diterima tiap bulannya? tidak heran ada sinetron berjudul tukang bubur naik haji (saya tidak tahu sih, bercerita tentang apa), karena begitulah realitanya, sayangnya bapak e itu belum berpikir ke pengembangan usaha, pengembangan varian yang dijualnya, mungkin ini tugas pemerintah untuk membina pedagang-pedagang kecil ini supaya bisa lebih maju dan berkembang, jika ingin rakyatnya sejahtera.

aahh...saya teringat teman saya yang juga sedang merintis usaha barunya, kalau dia membaca tulisan ini (semoga) semangat man...ahh sepertinya saya sudah terlalu sering menyemangati, nanti malah "gumoh", selamat berjuang saja...bapak e penjual bubur itu dengan konsep yang sederhana saja bisa sedemikian, pasti njenengan juga bisa bahkan lebih dengan segala nya yang telah terkonsep rapi. tidak usah peduli dengan apa sebutan orang untuk njenengan, tapi buktikan saja dengan usaha yang sedang dirintis dan sukses, njenengan bisa sampai Paris [yang realistis saja, tidak usah sampai Neptunus...:)) ], kalau kripik mak icih bisa tembus angka M tiap bulannya, rasanya mimpi itupun bisa jadi nyata....jangan lupakan saya ya kalau sudah sukses :))
dan sepertinya saya akan mengikuti jejak bapak e itu, semoga bisa....pray for me...#eh :))













Sunday, October 28, 2012

Noes, akoe cinta negerikoe, dan akoe tahoe konsekwensi dari apa jang akoe katakan



Dear Neptoenoes,
Apa kabar laoetmoe? Soedah sampai kah air jang hoedjan toeroenkan ke boemi ini disamoederamoe? Sesiang sampai mendjelang malam tadi hoedjan disini noes, akoe sempat berpacoe dengannja siang tadi, dan akoe kalah, boekan kekalahan jang pertama dan boekan djoega kekalahan jang menjakitkan, hanja coekoep memboeatkoe basah oentoek seboengkoes makan siang jang kesiangan, tapi tidak apa-apa noes, kata orang barat sana, no pain no gain, kalaoe kata simbah-simbah jaman dahoeloe, djer basoeki mawa beja, beja jang tidak meloeloe berarti materi tapi joega pengorbanan jang tidak bisa dinilai dengan materi.

Noes,djangan heran dengan hoeroef-hoeroef ini ja,  hari ini, negeri kami merajakan hari soempah pemoeda ke-84, saat itu tahoen 1928, pemoeda Indonesia telah mempelopori wawasan kebangsaan, kecintaan mereka kepada negeri, mereka ikrarkan dalam seboeah soempah, soempah jang tidak main-main, karena pada saat itoe, negeri kami dalam cengkraman pendjadjahan. Soempah jang bisa berarti mati djika didengar oleh pendjadjah. Tapi mereka dengan beraninja mengikrarkan soempah itoe.

Sekarang, sudah 67 tahoen negeri kami merdeka noes, jang mendjadi pertanjaan adalah, masih beranikah pemoeda dan pemoedi Indonesia mencintai tanah air jang telah menghidoepi mereka, jang telah membesarkan mereka, jang telah memberikan fasilitas jang sedemikian roepa ditengah caroet maroetnja kondisi negeri ini? Kalaoe djawabannja berani... what’s the next? Diam..? protes...? ikoetan bikin kisroeh? Ataoe......?????? sajangnja jang banjak diexpose adalah mereka yang kebanjakan protes dan bikin kisroeh dengan tawoeran, padahal jang melakukan ataoe titik-titik tadi, banjak sekali, banjak pemoeda-pemoedi negeri kami jang tahoe bagaimana mengaplikasikan soempah jang telah diikrarkan oleh pendahoeloe-pendahoeloe mereka.

Noes, sebenarnya soempah itoe tidak pernah kadaloewarsa kan? selaloe relevan dengan jaman, mencintai tanah air banjak caranja kan...? bahkan melakoekan hal sederhana dengan coekoep melakoekan toegas dengan baik soedah meroepakan woejoed cinta tanah air. Itoe jang seringkali tidak dipahami. Seandainja masing-masing memoelai dengan dirinja sendiri sadja do their best...oeghhh can’t imagine...negeri jang kaja soember daja alam, dan soember daja manoesia jang loear biasa, adalah kombinasi mematikan oentoek menjoesoel ketertinggalan negeri kami dari djepang bahkan amerika. Entah kapan noes, hal ini akan terwoejoed. Moengkin nanti.

Noes, akoe cinta negerikoe, dan akoe tahoe konsekwensi dari apa jang akoe katakan. Itoe doeloe noes. Selamat malam. akoe soedah capek.




Salam,




-akoe-

[hanya] bersama hujan dan as the wind blows-nya Kitaro, saya mencoba mengenang tanggal itu di hari ini...


Dear Ibuk,
Masih ingat tangis pertama saya dulu yang ibuk sambut dengan sukacita (bukan saya sok tahu, tapi saya rasa setiap ibu akan menyambut dengan sukacita anak yang dilahirkannya), di tanggal ini di hari itu, seperti apa buk? Keraskah? Sekeras saya pernah berteriak “nanti duluuuuuuu.......!!!!” ketika ibuk memanggil saya untuk pulang dan mandi ketika saya masih bermain-main kah? Atau sekeras tangisan saya ketika terjatuh, ah bekasnya masih ada sampai sekarang buk...apakah memang luka selalu meninggalkan bekas buk meski tidak sakit lagi...?

Buk...hari ini, bersama hujan dan as the wind blows-nya kitaro, saya mencoba mengenang tanggal itu dihari ini, meski tentu saja tidak ada yang tersisa dari ingatan ketika saya baru bisa menangis untuk yang pertama kali, tetapi saya bisa membayangkan sedamai dan sehangat apa rahim ibuk, surga penuh kehangatan dan kedamaian, cinta tak bertepi, seandainya kejaiban itu ada dan bisa, ingin saya sesaat kembali kesana, untuk merasakan lagi apa itu bahagia, sesaat saja buk...sesaat saja... saya butuh itu untuk mengobati letih ini, saya ingin merasakan usapan tangan dua hati yang membuat saya ada.

Buk...ibuk pasti tahu dunia di luar rahim itu sangat keras, terkadang saya merasa, saya adalah seorang pengecut yang ingin kembali saja ke rahim ibuk menjadi sebuah sel telur yang tidak pernah dibuahi, sel telur yang luruh yang menimbulkan rasa sakit yang mencengkeram di perut ibuk, tapi hanya satu hari dan kemudian hilang. Rasanya saya tidak sendiri buk, seorang penyair, idola saya yang biasa  saya baca tulisannya disini, juga merasakan "dunia diluar rahim itu tidak lebih serangkaian mimpi buruk yang indah atau mungkin sebaliknya." Saya tahu  ibuk pasti akan bersedih jika membaca ini, tapi ini hanya terkadang buk , karena terkadang, entah mendapat kekuatan darimana, saya demikian mencintai hidup ini dengan berani, dan saya berani menghadapi kerasnya hidup ini. saya berani menantang kepahitan dan kepedihan dengan arogan...”LUKAI SAYA SEKALI LAGI.....!... ENGKAU AKAN TAHU SIAPA SAYA!!!” ini anak  ibuk, dari ibuk saya belajar untuk tidak lembek, meski tidak selalu bisa. Karena terkadang saya sangat rapuh, sangat.

Saya bersyukur sekali telah lahir dari rahim seorang ibuk yang luarbiasa, ibuk yang adalah lilin, lilin yang rela habis demi menerangi sekelilingnya. Rasanya sama seperti yang penyair itu rasakan, terimakasih, doa, dan segala yang mampu saya beli tidak pernah memadai untuk semua, semua cinta, pengorbanan, semua...ya semua yang telah ibuk lakukan untuk anak ibuk ini. Rasanya keterlaluan sekali kalau untuk cinta dan pengorbanan sebesar itu saya tidak menjalani hidup saya dengan lebih bertanggung jawab, rasanya keterlaluan sekali kalau saya menyia-nyiakan hidup yang bagi sebagian orang yang terbaring tak bergerak di unit stroke rumah sakit, sangat berharga.

Buk, malam ini, saya tidak tahu apa yang saya rasakan, bahagia yang sedih atau sedih yang bahagia, tapi saya bersyukur pada IA yang telah ibuk kenalkan pada saya sedari saya masih sangat kecil, saya telah sejauh ini melangkah, sebuah perjalanan yang tidak mudah, sebuah perjalanan yang terjal dan penuh liku, jatuh, bangun, jatuh lagi, bangun lagi, dan here I am, masih tegak di titik ini, mungkin memang itu gunanya menengok ke belakang ya buk, untuk melihat bahwa, kita pernah melalui jalan-jalan yang tidak mudah, jalan-jalan yang terjal dan berliku, jatuh, bangun, terluka berkali-kali, dan terbukti kita mampu melaluinya, kalau dulu bisa, harusnya sekarang juga bisa, demikian logikanya ya buk...

Buk...saya suka sekali kata-kata penyair itu, penyair yang saya sebutkan didepan tadi, ia tidak hanya mampu merangkai kata-kata indah, tetapi ia juga mampu memotivasi pembaca tulisannya dengan apa yang ditulisnya, dia pernah menuliskan ini
"saya mencintai kamu dan kehidupan. umur adalah sumur, semoga orang lain bisa minum, mencuci, dan mandi dari mata airmu. selamat berulang tahun, diri sendiri."
Saya ingin menjadi seperti itu, seorang yang mencintai kehidupannya, dan semoga orang lain bisa minum, mencuci dan mandi dari mata air saya, bukan airmata saya.

Buk...malam ini, saya hanya ingin bilang, terimakasih telah membuat saya ada, terimakasih tak berujung karena saya telah lahir dari seorang ibuk seperti adanya ibuk. Saya tidak berjanji untuk bisa selalu kuat menghadapi kerasnya kehidupan ini buk, tapi saya berjanji untuk selalu berusaha mengingat cinta dan pengorbanan ibuk yang telah membuat saya bisa sampai di titik ini. Semoga dengan begitu saya bisa selalu kuat menghadapi apapun yang tuhan taruh dalam garis perjalanan hidup saya. Terimakasih sekali lagi buk, terimakasih penuh cinta, terimakasih sehangat pelukanmu, saya tahu ini tidak sebanding dengan semuanya, tapi saya juga tahu ibuk tersenyum mengetahui ini. Baik-baik disana ya....tunggu saya, akan ada waktunya saya juga akan sampai disana.


Love
your daughter

#The end of the journey of Oktober

Saturday, October 27, 2012

pada sebuah ruang tunggu stasiun Tugu...



Langit berjelaga diatas pelataran parkir stasiun tugu sore itu, sore yang basah sehabis hujan yang dengan raya-nya merayakan pertemuannya dengan bumi yang dicintainya lebih dari apapun. Hujan yang selalu meninggalkan dingin yang basah. Aku dan dru adikku bergegas turun dari taxi yang kami tumpangi dan memasuki stasiun. Sejenak dru berhenti didepan seorang nenek renta yang duduk di depan stasiun dengan mangkuk didepannya, dan menjatuhkan selembar uang diatasnya, nenek itu dengan membungkuk-bungkuk memungut uang dan mengucapkan terima kasih berkali-kali, “maturnuwun nak..matur sembah nuwun.” Dru tersenyum mengangguk dan ia segera menggamit lenganku untuk mengambil antrian di loket sisi utara.

Sepuluh menit waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan dua tiket dan dengan melangkah riang kami memasuki peron utara, bayangan ibuk yang sudah menunggu dirumah dengan timlo hangatnya sudah menari-nari di pelupuk mataku. Kami pun mencari-cari bangku kosong untuk menunggu kereta datang. kami menemukan sebuah tempat kosong, didekat pedagang asongan di depan kantor kepala stasiun. Jadwal kereta masih 30 menit lagi kalau sesuai jadwal, baru beberapa menit kami duduk di kursi itu, seorang pengamen berambut gondrong datang menghampiri kami.

”Misi mas...mbak...numpang ngamen mbak....”
“Fixed you, bisa mas?” Tanya adikku
”coldplay mbak?”
“iya, emang ada lagi yang lain selain coldplay?”
Sambil meringis, pengamen itu menjawab, “kali aja mbak... ada yang lain, saya cuma bisa fixed you coldplay.”
Musisi jalanan itupun mempersiapkan gitarnya.

When you try your best, but you don't succeed
When you get what you want, but not what you need
When you feel so tired, but you can't sleep
Stuck in reverse

When the tears come streaming down your face
When you lose something you can't replace
When you love someone, but it goes to waste
Could it be worse?

Lights will guide you home
And ignite your bones
And I will try to fix you

High up above or down below
When you too in love to let it go
If you never try you will never know
Just what your worth

Lights will guide you home
And ignite your bones
And I will try to fix you

Tears stream down your face
When you lose something you cannot replace
Tears stream down on your face
And I..

Tears stream down your face
I promise you I will learn from my mistakes
Tears stream down on your face
And I..

Lights will guide you home
And ignite your bones
And I will try to fix you.

Jreng...Jreeeeenggg....pengamen itu membungkukkan badannya, sambil berkali-kali mengucapkan terimakasih, ketika dru memberinya lembaran uang sambil berkata, “terimakasih sudah membuat bulu kuduk saya merinding, taklukkan jakarta mas, suaramu layak didengarkan seluruh penduduk negeri ini.”

“Apa maksudnya lagu tadi?” tanyaku pada dru
“maksudnya...? I will try to fix you  mas hehe....” dru pun menyenderkan kepalanya ke bahuku.
“gayamu nduk....”
“mas, ibuk kan selalu bilang Tuhan itu baik, ingat nggak? Ibuk pernah berkata, kalaupun tuhan membawa kita ke ujung tebing, percayalah padaNya, karena Dia akan lakukan satu dari dua hal ini. Dia akan menangkap kita bila kita jatuh, atau Dia akan mengajari kita bagaimana caranya terbang.”
“Tuhan tidak pernah menangkapku dru...aku terjatuh...sakit sekali... .”
“mas...Tuhan memang tidak menangkapmu, karena engkau tidak terjatuh, tapi Ia sedang  mengajarimu terbang, sakit yang engkau rasa itu adalah proses kamu belajar terbang, tidak ada belajar yang mudah, kamu ingat kan bagaimana jari-jari kita disentil  pak Wayan waktu kita masih les gitar padanya karena melakukan kesalahan, kamu ingat kan bagaimana kita harus lari keliling lapangan, pemanasan yang berat dan latih tanding yang membuat badan kita sakit semua, kamu ingat kan kita dihukum menuliskan 100 kosa kata oleh miss Lusi ketika kita tidak menghafal 10 kosakata baru, kamu ingat kan bagaimana kita belajar keras demi untuk lulus ujian dan tidak mengecewakan ibuk dengan kita tidur hampir jam 3 pagi...? tidak ada proses belajar yang mudah mas...., belajar itu sakit, itu yang sedang Tuhan  lakukan pada mu mas....”
“kamu udah kayak eyang saja kalau bicara.”
“eyang gundulmu...”
“husshh...kurang ajar sama kakaknya ngomong begitu.”
“hahaha... habis mas Giri yang mulai.”

Kami terdiam, dan tenggelam dalam pikiran kami masing-masing. Pandanganku menyapu peron utara dari ujung barat ke ujung timur, stasiun ini sudah jadi bagian hidupku sejak kecil, dulu ibuk paling tidak sebulan sekali membawa kami sowan Eyang di Jogja, sekarang setiap satu minggu sekali, aku dan dru datang kesini untuk menumpang kereta yang akan membawa kami pulang ke Solo dan kembali senin pagi ke Jogja. Sebuah stasiun yang juga membawa kenangan pahit bagi keluarga kami. Di stasiun ini, di peron ini, kami pernah memohon-mohon belas kasihan seorang ayah untuk tidak pergi.

“mas...” dru tiba-tiba membangunkan lamunanku
“hmm...apa?”
“mikirin apa lagi sih..? mas....sudahlah, sekarang yang penting tuh, kita do our best, kita wujudkan mimpi kita menjadi kenyataan, yang juga berarti kebahagiaan ibuk, nanti yang lain akan mengikuti, the right people –the ones who really belong to our life- will come to us and stay.”
“tapi dru, apa kita bisa?”
“mas....orang bijak berkata mimpi adalah sesuatu yang keluar dari pagar pembatas yang bernama realitas, jangan takut bermimpi mas, engkau tahu, kita lahir dari mimpi seorang perempuan yang ditertawakan banyak orang, and here we are, buah dari mimpi itu. Meski ibuk telah salah bermimpi, sesuatu yang dikiranya jingga ternyata fatamorgana.”
“sudahlah dru, jangan membawa-bawa cerita itu lagi dalam hidup kita.”
“itu memang bagian dari hidup kita mas, mau tidak mau, mencoba menutup matapun tidak akan hilang, kenyataan itu akan selalu mengikuti kemanapun kita pergi, seumur hidup kita, dan kita tidak bisa menolaknya, yang bisa kita lakukan hanya berdamai dengan itu semua, menerimanya, sambil pelan-pelan mencoba memaafkan, tidak mudah memang mas, tapi hanya dengan begitu kita bisa nyaman menjalani sisa hidup kita, tanpa dendam, karena bagaimanapun ia adalah ayah kita, didalam tubuh kita mengalir darahnya.”
“aku belum bisa dru...aku bahkan tidak tahu apakah aku bisa.”
“waktu akan membantumu mas, satu hal yang perlu engkau catat, hidup dalam dendam yang rugi diri kita sendiri, orang yang kita benci bahkan tidak tahu, tidak mau tahu tepatnya, kita menderita karena sakit dan dendam, mereka enjoy menikmati hidup mereka, sementara kita setengah hidup memikirkan rasa sakit kita, hidup cuma satu kali dan cuma sebentar, klise memang, tapi yang cuma satu kali dan sebentar itu rasanya terlalu sia-sia untuk dihabiskan dengan menghidupi dendam.”
“kamu benar-benar anak ibuk dru..., ada ibuk komplit di dirimu.”
“hahaha...ada-ada saja kamu mas.”
“eh , gimana dengan Didas?”
“ehm...baik.”
“trus...? baik aja? Dia belum tahu? Kamu belum memberitahunya?”
“never mas, kalaupun dia harus tahu, itu tidak dari aku, aku bukan seorang yang untuk menjadi tinggi dengan merendahkan orang lain, aku bukan seorang yang untuk menjadi terlihat baik dengan menjelek-jelekkan orang lain, aku bukan yang seperti itu mas, aku bukan seorang yang mengambil keuntungan dari kelemahan orang lain. Didas harus tahu aku baik dan tulus, dengan merasakan sendiri bahwa aku baik dan tulus bukan dengan bercerita tentang orang lain yang begini-begini.”
“sabar yaa....
the right people –the ones who really belong to our life- will come to us and stay.”
“Ih..copas...hahaha”

Perlahan kereta api Prambanan Express yang kami tunggu kelihatan lokonya berjalan perlahan memasuki stasiun, kami membereskan backpack kami dan bergegas ke pinggir peron, untuk berlomba dengan penumpang lain mendapatkan tempat duduk, sabtu sore merupakan jam-jam tidak ramah bagi penumpang Kereta api express ini. Bayangan ibuk yang akan menyambut kami dengan senyum merekah di pintu pagar seperti biasanya merupakan energi luar biasa bagi kami untuk mendapatkan tempat di salah satu gerbong kereta ini.




#Oktober 27

Friday, October 26, 2012

Seorang lelaki dalam bingkai kanvas kehidupan seorang perempuan...




Pekat lukamu adalah perihal yang kelabu dari kanvas kehidupan.
Bagaimana takdir mulai membuat sketsa, dan engkau diberi pilihan untuk menorehkan warna-warna di kanvas itu atau tidak sama sekali.
Pilihanmu adalah kau torehkan birunya kebaikanmu sebagai langit dikanvas itu, meski engkau punya pilihan lain untuk tidak  melakukannya.
Hijaunya kesabaranmu kau torehkan sebagai bumi tempat berpijak sebuah jiwa yang terombang-ambing oleh jingganya rasa yang jatuh ditempat yang tidak semestinya.
Kau beri kuningnya perhatian untuk pembuka jalan kembali ke tempat yang semestinya.
Kau torehkan merah saganyanya kasih sayang sebagai telaga bagi sebuah jiwa yang dahaga.
Kau sapukan merah jambunya hati tempat luapan segala serapah.
Kau beri aksen coklatnya diri tempat bersandar sebuah jiwa yang letih.
Kau pancarkan jingganya cinta pada setiap sudut kanvas untuk menyelimuti segala yang didalamnya dengan kehangatan, semua demi sebuah tawa yang adalah hidupmu.
Sketsa menjadi lukisan yang sempurna pada sebuah kanvas kehidupan yang diciptakan takdir.
Lukisan dari sketsa yang diberikan takdir untuk engkau jadikan pilihan, dan sekali lagi engkau juga diberikan pilihan untuk tidak menorehkan warna-warna itu, tetapi engkau memilih untuk menorehkannya.

Kini lukisan itu telah kehilangan jiwanya.
Lukamu telah mengucurkan kelabunya kepedihan ke seluruh kanvas kehidupan itu, setiap kelibatan warna-warna indah yang pernah engkau torehkan muncul dalam warna kelabu dan menjadi pekat.
Takdir kembali memberimu pilihan, ada banyak kanvas kehidupan yang lain dengan aneka sketsa yang bisa engkau pilih untuk engkau torehkan warna-warnamu.
Engkau mempunyai pilihan untuk tidak memilih dan tenggelam dalam kelabunya kanvas kehidupanmu yang lalu dan kosongnya galeri kehidupanmu, atau engkau memilih salah satu, dua, tiga, sebanyak yang engkau mampu untuk engkau torehkan warna-warna mu dan engkau kumpulkan dalam galeri kehidupanmu.
Dan engkau telah memilih satu kanvas untuk engkau torehkan lagi warnamu, meski engkau masih selalu menengok kanvas kelabumu, tetapi setidaknya engkau telah memilih lagi, engkau telah mulai menorehkan beberapa warna untuk sebuah mimpi yang ingin engkau genggam, untuk sebuah pembuktian diri.

Wahai engkau....teruslah menorehkan warna-warnamu, penuhilah galeri kehidupanmu dengan aneka kanvas kehidupan yang telah engkau torehkan dengan warna-warnamu.
Jadilah maestro, seorang maestro tidak pernah kehabisan warna-warna, seorang maestro tidak pernah berhenti menorehkan warnanya meski luka begitu kejam menyakiti, ia memang berhenti sejenak tapi jiwa seni didalam aliran darahnya akan membawanya kembali.
Seorang maestro menghasilkan banyak karya termasuk karya kelabu, tetapi ia terus berkarya, karena itulah ia disebut maestro.

Engkau, jadilah maestro, karena engkau mampu.




#Oktober 26


Thursday, October 25, 2012

ketika lampu kamar Lia padam...



Selamat malam sist...apa kabar...? apa kabar Kia dan El? Semakin cute saja ya mereka...semakin lucu dengan pertanyaan-pertanyaan mereka seperti yang di share kemarin, mereka pasti beruntung mendapat mama seperti dirimu, yang tahu bagaimana seharusnya memperlakukan anak-anak. Dirimu masih ingat kan gadis kecil yang sering ke kost kita, kasihan sekali, dari kecil ia sudah belajar berkata-kata kasar dari ibunya, belum lagi perlakuannya, beberapa waktu yang lalu saya tidak tega mendengar tangisnya setelah ibunya sudah berbicara memakai tangan. Entah apa yang ada dalam pikiran ibunya, sungguh diriku nggak ngerti.

Sist, diriku mau cerita tentang si “ijah energizer” :)). Dia masih seperti waktu kita masih bersama-sama kemarin. Diriku baru menyadarinya mungkin itu semua ada hubungannya  dengan namanya yang memang suka sibuk dibelakang, berbeda dengan Martha :)). Beberapa waktu yang lalu stekerku dua dan punya meta rusak...waktu diriku sedang menggulungnya dia berkata, "aku pengen lhoh belajar betulin itu."
Aku jawab, "itu kan kerjaan laki-laki."
"Bukan masalah perkerjaan laki-laki atau perempuan mbak, tapi masalahnya kita tidak bisa selalu tergantung, iya kalau yang diharapkan bisa, kalau tidak?"

Apa yang dikatakannya memang benar sist, kemarin sore lampu kamar Lia mati, pengurus kost sudah pulang, kalaupun ada, seperti yang kita tahu, mereka beda-beda tipis dengan pemerintah, laporan kerusakan baru ditindak lanjuti beberapa waktu kemudian itupun setelah kita berkali-kali protes, akhirnya si ijah berinisiatif menukar lampu atas dan menggantinya.....by herself....bener-bener wanita perkasa sist. Asal dirimu tahu saja, aku juga belajar mengangkat galon dari dia. Sebelumnya dalam pikiranku aku tidak akan kuat mengangkat galon, disamping juga karena disini ada fasilitas beli galon diantar sampai atas. Tapi setelah galon sering kosong, kami mulai membeli di tempat lain dan berarti harus mengangkat sendiri dan ternyata diriku mampu. Tidak hanya diriku, tapi seorang teman yang lain yang selalu bilang tidak kuat mengganti galon dispenser, akhirnya juga bisa setelah mungkin merasa tidak enak.

Darinya aku belajar, seringkali kita tidak menyadari bahwa kita memiliki kekuatan/kemampuan yang kita tidak pernah tahu bahwa kita memilikinya sampai keadaan memaksa kita untuk melakukan itu, dan akhirnya kita menyadarinya kalau kita memiliki kemampuan itu. Berbahagialah mereka yang tahu bahwa mereka memiliki kekuatan/kemampuan tanpa harus dipaksa/diberitahu oleh keadaan. Salut.

Okay sist, itu saja cerita diriku, salam ciwel ya buat Kia dan El.



Big hug
Your sister in the band of sisterhood

#Oktober 25

Wednesday, October 24, 2012

tanya yang jatuh berderai...



: MADP

Tanyamu hari ini belum juga terjawab
Dan engkau harus segera mengemasinya sebelum merah saga di ufuk barat
Tanya kemarin yang kau titipkan padaku, kutuang di mangkuk merah jambu milik kaylla
Si empunya meraihnya dan jatuh berderai sebelum menemukan jawab
Tanyamu... tanyaku kemarin dan hari ini jatuh berderai sebelum naik ke langit

Tanya ku... tanya mu dan tanya mereka pernah begitu memenuhi langit
Para bidadari bahkan sudah terlalu letih mengumpulkannya
Dalam ratap letih mereka terucap, tidak bisakah kalian sehari saja berhenti bertanya
langit telah penuh dengan kelabunya tanya, tolong beri sedikit jingganya ucapan syukur



*gambar dipinjam [tanpa bilang] :) disini
#Oktober 24



Tuesday, October 23, 2012

Cakra Khan, teman kecil dan waktu yang selalu membantu manusia menemukan makna...


Hai Nus...
matahari sedang sangat terik disini, bagaimana dengan kerajaanmu? Sama jugakah? Pasti banyak air yang menguap ya...dan akan segera dibawa angin untuk dijatuhkan lagi pada kami. Kadang kami bersyukur nus jika hujan turun, ada hal-hal yang sulit dijelaskan, jejak yang ditinggalkan hujan itu dingin yang “hangat”, “hangat”nya sungguh merupakan selimut yang membuat tidur demikian lelap. Tetapi terkadang kami juga tidak menyukai hujan nus, hujan kadang menghalangi langkah kami untuk melanjutkan perjalanan. Kami masih manusia yang takut air yang akan membuat kami basah dan sakit. Terkadang aku berpikir nus, satu peristiwa saja bisa dimaknai berbeda oleh kami manusia nus, hujan misalnya, ada yang mengucap syukur dan ada yang memakinya, itu baru satu peristiwa nus, padahal begitu banyak peritiwa dibumi ini, mulai dari yang aneh sampai yang aneh sekali, mulai dari biasa sampai yang biasa sekali, jutaan peritiwa nus, dan setiap orang berbeda-beda memaknainya. Dan kami manusia dituntut untuk bisa memahami beda itu sebagai beda, bukan untuk disamakan, dan itu tidak mudah nus, banyak yang terjebak didalam perdebatan yang tidak pernah habis, bahkan kemudian memaksakan pendapat/keyakinannya pada orang lain dengan memakai cara-cara keji yang membuat kami tidak bisa lagi membedakan antara manusia dengan ciptaan tuhan lainnya, hanya  karena tidak mampu memahami beda sebagai beda. Ahh..kenapa ya aku selalu kepanjangan membuka salam :))

Nus, aku sedang mendengarkan lagu Cakra Khan, suaranya nus... whew... keren banget.... sekilas hampir mirip suara sandy sandoro. Dan dengan ditemani suaranya aku ingin cerita tentang seseorang yang hari ini merayakan ulang tahun, entah yang ke berapa :p, dia adalah teman bermain ku sewaktu aku kecil, dulu aku masih duduk di bangku kelas 1 SMP dan ia berumur 2 tahun. Ibunya berjualan gado-gado didekat rumah, ia seringkali aku “culik” sepulang sekolah. Aku suka anak-anak nus, tapi aku tidak suka anak-anak yang celemotan, jadi jika sepulang sekolah kutemui dia dalam keadaan yang tidak ada bedanya muka dan kaki, aku langsung memandikannya dan aku bedakin mukanya. Kemudian aku beri dia es lilin, kami pun bermain sampai sore hari. Hari-harinya waktu itu memang lebih banyak dihabiskan bersamaku, tidak heran kami menjadi dekat seperti laiknya kakak-adik, padahal kami tidak mempunyai hubungan darah.

Kenangan masa kecil yang sampai sekarang masih kami ingat, dia masih sering menelphone aku untuk sekedar menanyakan kabar pada awalnya, tapi selalu menjadi obrolan yang panjang, pernah suatu kali jam 2 pagi dia menelphone, ngerjain aku dan akhirnya berakhir menjadi obrolan pagi buta yang panjang. Beberapa waktu yang lalu ia menelphone dan memberi tahu, bahwa ia mendapat tawaran dari tantenya yang mendapat suami orang turki untuk bekerja disana sambil melanjutkan sekolah. Tapi ia menolaknya nus, dengan alasan tidak ingin jauh dari keluarga, padahal saat itu ia sedang berada di Kalimantan yang notabene juga jauh dari keluarga. Aku sudah membujuknya untuk mau, tapi ia tidak bergeming.

Aku jadi ingat peristiwa ketika aku mendapat satu kesempatan yang aku lewatkan, satu kesempatan besar yang harus aku perjuangkan, bukan cuma-cuma nus, tetapi hanya karena satu kesalahpahaman kecil, harus lewat begitu saja, sementara dia, teman masa kecilku, mendapat kesempatan emas tanpa harus melalui perjuangan lebih dahulu, tetapi tidak diambilnya. Ini yang terkadang tidak aku mengerti dari hidup nus... [meski, kata beberapa orang hidup memang tidak untuk dimengerti] orang yang berjuang untuk mendapatkan akhirnya tidak mendapatkan, sementara yang mendapat kesempatan tidak mau mengambilnya, sama dengan beberapa kejadian ketika banyak pasangan didunia ini begitu menginginkan anak, disisi lain beberapa orang justru membuangnya setelah susah payah mengandungnya selama 9 bulan 10 hari...gooosshhh....hidup yang sungguh sulit dimengerti ya nus...

Tapi mungkin benar kata mereka nus...hidup bukan untuk dimengerti tapi untuk dijalani saja, karena pada akhirnya, nanti, baru manusia akan tahu jawabannya, setelah waktu membantu mereka menemukan makna dari segala peristiwa yang dialaminya.
Itu saja ya nus...baik-baik disana.



Salam
Aku



#Oktober 23

Monday, October 22, 2012

sepenggal percakapan titik dan koma pada sebuah paragraf


. : langit malam ini gelap
, : ya …cerah di atas sana
. : lihat… satu bintang terlihat…ahh dua…banyak….tapi bukan milikku… bukan juga inginku
, : lalu?
. : bukankah engkau sudah tahu?
, : ya…pintu jendela slalu ingin bicara
. : aah…mereka saksi bisu tangis serapahku…juga puja syukurku pada Langit
, : sumebar ron ronaning koro…akan tiba waktunya…engkau tahu itu?
. : sangat tahu…tapi jingga atau kelabu aku tidak tahu
, : kelabu akan jadi jingga pada akhirnya…hanya ada satu warna di titik akhir
. : semoga
, : yakinlah….
. : ………………………..

sepenggal percakapan titik dan koma pada sebuah paragraf.


#Oktober 22

Sunday, October 21, 2012

yang tercecer dari kenangan tentang sebuah kota...


Stasiun Tugu, didalam kereta malam Turangga tujuan stasiun Bandung, malam itu adalah salah satu langkah besarnya dalam hidup, sebuah langkah besar dengan latar belakang kemarahan dan kekecewaan yang memenuhi rongga dada. Satu tahun bukanlah sebuah penantian yang sebentar, satu tahun menunggu untuk sebuah mimpi yang sepertinya sudah di pelupuk mata untuk menjadi nyata, satu tahun yang menjadi sia-sia hanya karena perihal kecil yang terabaikan. Kejadian yang saat itu ia hadapi dengan kemarahan pada diri sendiri. Kejadian yang baru beberapa tahun kemudian ia petik pelajarannya. Jangan pernah menyepelekan perihal-perihal kecil dalam hidup. Satu hal yang juga mengingatkannya akan kejadian yang hampir sama yang dialami oleh kawannya, perjalanan menyingkirkan ratusan saingan untuk bisa ada di top two dan schlumberger sudah di depan mata, kandas  hanya karena salah melihat jadwal wawancara kerja. Keteledoran yang harus dibayar dengan kekecewaan seumur hidup dan kalimat seandainya saja waktu itu aku... bla... bla...bla...yang selalu melintas dalam hidup.

Turun dari kereta Turangga, dan mencari-cari sosok seorang sahabat yang hampir dua tahun lebih tidak bertemu ditengah wajah-wajah sukacita karena menjemput orang-orang yang dikasihinya dan wajah-wajah datar dan sedih yang mengantarkan atau melepas kepergiaan orang-orang yang dikasihinya, sungguh bukan perkara mudah baginya yang tidak pernah berada di suatu tempat asing sendirian. Dewi fortuna masih berpihak kepadanya, ketika sahabatnya berhasil mengenalinya dari sekian banyak manusia disitu. Dan petualangan baru hidupnya dimulai.

Bandung tidak begitu mudah ia taklukkan, pemilihan waktu yang tidak tepat untuk datang, membuatnya membutuhkan waktu berhari-hari untuk sekedar mencari tempat tinggal. Tahun ajaran baru membuatnya selalu mendapatkan jawaban penuh teh... penuh teh... meski pada akhirnya ia mendapatkannya. Bandung memberikan pelajaran pertamanya kepadanya, bahwa banyak perihal dalam hidup ini yang tidak bisa “sak dek sak nyet”, kita butuhkan maka langsung kita dapatkan, meski kita menggenggam uang.

Setiap usaha yang sungguh-sungguh pasti membuahkan hasil, meski untuk itu harus membilang waktu yang tidak sebentar, itu pelajaran kedua yang Bandung berikan kepadanya, butuh satu setengah bulan untuk [akhirnya] mendapatkan jawaban, selamat bergabung bersama kami, setelah ia berada dalam himpitan antara uang saku yang sudah menipis dan perasaan malu untuk meminta pada orang tua. Kehidupan waktu itu mengajarkan dengan keras arti dari setiap makanan yang ia nikmati yang selama ini tidak pernah terpikirkan bahwa untuk itu dibutuhkan perjuangan yang tidak mudah. Gaji pertama yang masih satu minggu lagi diterima, dan uang saku yang tidak cukup untuk hidup sampai terima gaji, membuatnya harus membagi makan siang sekaligus juga untuk makan malam.  pelajaran kehidupan yang sangat berharga baginya.

Hidup memang penuh misteri, kepahitan...kekecewaan...kemarahan bisa dipakai tuhan untuk membuat seseorang berani mengambil langkah besar dalam hidup, dan setiap orang mengalaminya dan akan terus mengalaminya dalam skala yang berbeda, masing-masing diukur dari kemampuan orang tersebut mengatasinya. Jika engkau mengalami kepahitan dalam hidup yang demikian hebat, berbanggalah, karena engkau yang dipilihnya untuk mengalami itu semua, berarti engkau dipandang mampu untuk mengatasi itu semua dibanding orang lain, begitu selalu ia ceritakan kepada teman-temannya tentang satu scene dalam hidupnya yang tidak semudah yang dilihat orang.

Ia.... gadis itu, adalah aku beberapa tahun yang lalu.



#Oktober 21

Saturday, October 20, 2012

sore ini, ketika hujan menghardik bumi

Hai nus, hujan baru saja berkunjung disini nus...rasanya ini waktu yang tepat untuk merapat ke gelombang alfa, tapi aku ingin menulis surat untukmu dulu, bagaimana keadaanmu? sudah kembali kah air-air yang menguap pada kemarau yang lalu? belum kurasa ya, mereka harus menempuh perjalanan yang panjang untuk sampai ke kerajaanmu, panjang dan melelahkan tapi mungkin air-air itu menikmati perjalanannya hingga sampai di muaranya. mungkin aku harus belajar dari air ya nus, menikmati perjalanan, agar tidak terasa panjang dan melelahkan, agar bisa merasakan coklat dan kuningnya perjalanan hidup tidak melulu hitam dan putih.

nus, aku ada cerita baru untukmu, selalu ada cerita baru yang ingin kusampaikan, kemarin sore...ketika gerimis memainkan melodi diatas genting yang terdengar sebagai perintah untuk mengangkat jemuran, seorang teman mengajakku ke atas untuk mengangkati jemuran seorang teman yang lain yang sedang pergi. kami terbiasa seperti itu nus, siapapun yang dirumah jika hujan datang akan mengangkati jemuran diatas. kami berdua bergegas mengangkati jemuran yang bisa dibilang tidak sedikit itu. ketika aku mau menggeser jemuran lain milik seseorang yang bisa dibilang bukan sahabat kami, karena dia sendiri yang mengambil jarak, ke tempat yang terlindung dari hujan, teman saya tersebut berkata, "nggak usah..biarin aja, nggak pernah ada terimakasih, dia juga nggak pernah ngangkatin jemuran kita, belum lagi apa yang sudah dia lakukan." 

aku [yang sedang jadi "bawang putih", *setiap manusia seperti itu nus, ada "bawang putih" dan "bawang merah" dalam dirinya, terkadang sifat "bawang putih" yang muncul terkadang sifat "bawang merah" yang muncul, tidak terkecuali aku, dan kali ini sifat bawang putih yang muncul didiriku ] tersenyum dan berkata, "terkadang membalas hal-hal yang tidak mengenakan dengan perbuatan baik itu terlihat seperti tamparan bagi orang tersebut, seperti meletakkan bara diatas kepalanya. kalau orangnya merasa lho..." temanku pun mengiyakan..."iyaaa....tapi kalau merasa"

bukankah demikian nus, jika kami manusia membalas kejahatan, okay mungkin kejahatan terlalu bombastis, membalas hal-hal yang tidak mengenakkan yang orang lain lakukan pada kami, lalu apa beda kami dan orang yang menyakiti tersebut, nggak ada bukan? sama saja, bahkan lebih buruk, dua kesalahan sekaligus jahat dan dendam. aku jadi teringat berita kemarin atau kemarinnya lagi nus, seorang bersahaja, seorang dengan sifat-sifat priyayi, seorang pemimpin nus, baru saja terpilih, sebelumnya ia direndahkan, dicemooh dan sejenisnya, tetapi dengan legawa dia tetap menghormati orang-orang yang memperlakukannya seperti itu, dia tidak saja meletakkan bara di kepala orang yang memperlakukannya buruk, tapi ia mendapat poin positif di mata orang lain, sekaligus menginspirasi orang lain untuk melakukan hal serupa.

ah...hujan turun lagi nus, sudah dulu ya, aku ingin merayakan tidur sore yang megah dalam pelukan hangat hujan. aku ingin bermimpi nus...sudah lama aku tidak bermimpi....terkadang dunia mimpi itu lebih hangat dari dunia nyata, kehangatan yang terkadang tertinggal di hati meski raga sudah terjaga. aku ingin sekali bermimpi nus...mimpi tentang....kurasa engkau tahu nus, karena hanya di dunia itu aku pernah sempat memilikinya.


sore ini, ketika hujan menghardik bumi
aku.


#Oktober 20

Friday, October 19, 2012

selamat ulang tahun tuan...


Gerimis diluar sana membawa hawa dingin yang gigil, lagu Slank, Anyer 10 maret semakin menambah suasana menjadi sangat “dingin”. Sebenarnya aku tidak ingin menuliskan tulisan ini, selain “berbahaya” , beberapa dari mereka yang katanya sih bijak berkata, tidak baik berkutat dengan masalalu, disamping juga aku yakin sekali engkau tidak akan mungkin membacanya. Duniamu nyata, tidak tersentuh social media, dunia “sing ra cetho” begitu kata mu dulu, entah apa maksudmu aku terlalu males untuk mendebatnya, karena aku tahu duniamu hanya seputar motor dan shuttlecock. 

Kenapa kemudian aku menuliskannya,  pertama karena beberapa pagi yang lalu, tanpa sadar aku telah kembali ke masa ketika ada setangkai mawar yang tiba-tiba keluar dari sebuah tas pada sebuah siang yang panas, setelah lama aku tidak pernah kembali bahkan menengok kesana. Kedua karena hari ini adalah hari mu. Aku ingin mengucapkan selamat untukmu dan menuliskannya dalam catatanku, mungkin ini pertama dan terakhir, ya terakhir, karena aku tidak ingin memunggungi masa depan dan berjalan ke masa lalu, dan memang  tidak adil rasanya engkau yang pernah mengisi hampir seutuh hari-hariku tapi tidak mendapat tempat dalam catatan-catatan kisahku.

Hmm....aku bahkan tidak tahu harus menyebut mu apa, dan aku juga bahkan tidak tahu mau menulis apa. Ini sudah menit ke berapa entah dan aku belum menemukan kalimat-kalimat yang pas untuk ditulis. mungkin dari Anyer 10 maret ya, tadi seseorang mengingatkanku akan slank, yang kemudian membuatku membongkar folder lagu-lagu dan menemukan lagu itu disana, itu lagu kebangsaan ketika kita break entah untuk yang ke berapa kali. Lagu itu memang mengingatkanku akan engkau, lagunya masih magis, aku masih merinding mendengarkannya,  suara nocturno di intro dan debur ombak disepanjang lagu benar-benar membuat lagu itu begitu magis. Ketika kemudian aku ikut menyanyikannya, entahlah aku tidak tahu apa yang kurasakan, lebih tepatnya aku tidak ingin membahasnya. Masihkah engkau mengingatnya? Okay itu tidak penting lagi.

Sementara aku menulis tulisan ini, ingatanku kubiarkan mengais kenangan dalam kotak yang telah kututup rapat, kenangan yang hampir di dominasi dengan jalan-jalan di seantero kota, lapangan badminton, rumah-rumah makan, parangtritis, hujan, toblerone, setangkai mawar, cassette samson, bantal itu dan valentine, semangkok mie instant, aah aku masih mampu mengingatnya, bagaimana denganmu? Entahlah, laki-laki sepertinya tidak ditakdirkan untuk mengingat moment apalagi apa yang pernah dibicarakannya. Tapi itupun sudah tidak penting lagi bagiku, mungkin juga bagimu, entahlah.

Ahh...rasanya aneh sekali menulis tanpa sapaan seperti ini, tapi aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana menyebutmu. Sejak saat itu, ketika jalan ini yang kita pilih, semuanya menjadi canggung dan aneh, seaneh menghilangnya namamu dari daftar kontak handphoneku tanpa aku pernah menghapusnya. Okay, sekali lagi itu tidak penting lagi. Aku hanya ingin mengucapkan Selamat Ulang Tahun, sepertinya saat ini sudah ada yang jadi... yang pertama yang mengucapkan itu padamu, dan pastinya juga sudah lengkap dengan doa-doa bukan? Selamat juga untuk itu. Doanya, aku tidak tahu lagi apa yang engkau inginkan untuk hidupmu, pasti sudah berubah kan? Sebutkan saja dalam doamu, aku akan bantu mengaminkan, meski mungkin bagimu aminku berbeda dengan aminmu, okay aku tidak ingin mengulangi perdebatan itu.

Baiklah, tidak ada lagi yang bisa aku tuliskan, selamat ulang tahun saja, semoga engkau mendapatkan yang terbaik sesuai dengan keinginanmu. Kalau doaku tidak terkabul jangan nilai aku aku orang jahat ya... hahaha... okay itu memang sangat konyol.  Baiklah tuan, ah akhirnya aku menemukan kata yang pas :), ini saja yang bisa kutuliskan, terimakasih untuk beberapa penggal kenangan yang telah mengisi hidupku, sejujurnya memang tidak ada yang harus disesali, karena kita memang sudah bisa berdamai dengan itu semua. Maaf hanya ini yang mampu kutulis, bukan karena aku membencimu, tidak...aku tidak pernah membencimu, tidak ada alasan untuk itu, semoga demikian juga denganmu, aku hanya tidak suka memori tentang kamu, menjadi kerikil di jalanku ke masa depan. Life must go on, me with my life, and you with your life, masing-masing dijalannya sendiri. Okay tuan, sukses untukmu. Ciaoo......



#Oktober 19

Thursday, October 18, 2012

Dear gadis kecil yang pernah begitu sedih karena tidak mendapatkan apa yang diinginkan



Hai kamu, gadis kecil berambut kejur, berkulit kuning langsat dengan tomat ranum di pipi jika kepanasan, hidup memang berisi hal-hal yang kita inginkan tetapi tidak selalu bisa kita dapatkan, terkadang kita harus menunggu waktu yang tepat, terkadang kita harus menerima kenyataan kita tidak mendapatkannya, tapi akan mendapatkan yang lain yang lebih baik, yang sayangnya selalu terlambat untuk disadari, aah kamu pasti belum mengerti itu, yang kamu tahu adalah kamu terpilih menjadi team lomba senam tingkat sekolah dasar, dan harus mengenakan sepatu olah raga, sementara engkau tidak memliki sepatu olahraga. Sepatu mu yang kau pakai untuk bersekolah adalah sepatu vantofel dengan satu nomor lebih besar dari ukuran kakimu, ibumu sengaja memberikannya agar bisa dipakai untuk dua kali tahun ajaran

Dengan riang engkau pulang sekolah dan memberitahu ibumu, engkau terpilih menjadi team lomba senam mewakili sekolahmu, tak lupa engkau juga meminta ibumu membelikan sepatu olahraga untukmu. Saat itu ibumu hanya menjanjikan dan akan mengusahakan untuk membelikannya padamu. Engkau pun mengiyakan karena memang tidak mempunyai pilihan lain. Dalam suatu latihan persiapan lomba, terjadi peristiwa yang membuatmu tanpa sadar belajar tentang hidup. Dengan semangatnya engkau mengikuti latihan, ketika tiba pada gerakan engkau harus mengangkat salah satu kakimu keatas, terbanglah sepatu vantofelmu yang kebesaran itu, sejenak kemudian tertawalah semua teman-temanmu menertawakan peristiwa itu, engkau pun memungut sepatumu kemudian berlari pulang dengan berurai airmata.

Sesampai dirumah ibu menyambutmu dengan penuh tanda tanya, engkau yang periang itu pulang dengan berurai airmata, ibu menanyakan apa yang terjadi. Dengan tidak berhenti menangis engkau menceritakan peristiwa di sekolah tadi. Ibumu memelukmu dengan berurai airmata meminta maaf kepadamu belum bisa membelikan sepatu olahraga untukmu, dengan penuh kasih diusapnya kepalamu dan mendekapmu di kehangatan pelukannya. Engkaupun melepaskan pelukan ibumu dan mengusap airmata ibumu dan berkata tidak usah bu, aku tidak akan ikut lomba itu. Kemudian beranjak pergi ke kamar mandi untuk mandi. Engkau masih meneruskan tangismu dikamar mandi dan bertanya mengapa engkau tidak bisa seperti teman-teman mu yang lain memiliki sepatu olahraga.

Waktu berlalu, engkau segera melupakan peristiwa itu, dan menjalani kehidupanmu seperti biasa, hingga engkau naik kelas VI dan pindah sekolah. Lingkungan baru dan sepatu baru, akhirnya engkau mendapatkannya, satu hal yang tak pernah kau sadari bahwa engkau sedang belajar bahwa ada hal-hal yang kau inginkan yang tidak bisa langsung kau dapatkan, ada kalanya manusia harus menunggu waktu yang tepat. Engkau dengan sepatu baru mu bersekolah di lingkungan baru dimana teman-temanmu [bahkan] ada yang tidak memakai sepatu ke sekolah, telanjang kaki, saat itupun engkau belum mengerti arti bersyukur, engkau hanya menikmati masa bermainmu, engkau malah mengikuti teman-temanmu, melepas sepatumu ketika pulang sekolah, ikut berjalan di pematang sawah sampai turun ke sungai kecil di disepanjang perjalanan dari sekolah ke rumah  untuk mencari ikan.

Hai engkau gadis kecil yang pernah begitu sedih karena tidak mendapatkan  apa yang engkau inginkan, tetapi kemudian mendapatkannya, sepasang sepatu olahraga, sementara ada temanmu yang bahkan bersekolah tanpa sepatu. Tanpa sadar, sekecil itu engkau sudah belajar tentang hidup yang adalah perjalanan ucap syukur yang tiada akhir, dari satu titik ke titik yang lain, selalu ada alasan untuk mengucap syukur, suatu hal yang engkau sadari kemudian, nanti.

Hai gadis kecil yang pernah begitu sedih karena tidak mendapatkan apa yang engkau inginkan, aku mengasihimu, sangat.



Aku
Dirimu, puluhan tahun kemudian yang menemukanmu dalam satu kotak kenangan, yang bahkan sampai saat ini masih harus belajar menerima kenyataan bahwa tidak semua hal yang kita inginkan dalam hidup ini bisa menjadi kenyataan. Aku ingin bisa seperti dirimu dahulu, menangis sebentar, kemudian bisa melupakan kesedihan ah bukan lagi  kesedihan tapi kepedihan yang perih, dan menjalani hidup lagi seperti tidak terjadi apa-apa. Sayangnya aku tidak bisa, aku telah kehilangan sifat kanak-kanakmu, aku memerlukan waktu yang tidak tahu berapa banyak untuk kembali lagi di titik itu.



#Oktober 18

Tuesday, October 16, 2012

Karena ketakutan selalu datang lebih awal....




Hai nus.....kenapa sih namamu neptunus? Adakah hubungannya dengan planet cantik itu? Ahh nanti aku cari tahu sama mas google....psstt...ternyata dia masih muda belia, kami salah selama ini memanggilnya mbah, tapi meski masih muda...dia bisa diandalkan nus... mungkin dia mengamini dan mengimani kalimah sakti yang disukai kaum muda ini,
“Don’t let anyone look down on you because you are young, but set an example for the believers in speech, in conduct, in love, in faith and in purity.” 
Jadi dia mengupdgrade diri sedemikian rupa hingga melebihi pengetahuan simbah-simbah :p , dia keren ya nus, tapi tetap saja tidak semua pertanyaan bisa dia jawab nus.. (meski ada yang bilang kalau mas google tidak bisa menjawab, itu berarti bukan pertanyaan :)) ada-ada saja). Entah siapa yang menulisnya pertama kali, ada sebuah tulisan menarik tentang fenomena mas google ini : "tidak semua pertanyaan bisa dijawab google maka tetaplah percaya pada tuhan". Sayangnya dia yang pernah menuliskan ini, sekarang sedang tidak percaya, tapi tidak apa-apa, perjalanan spiritual masing-masing orang memang berbeda-beda, sesuatu yang sangat hakiki dan azazi, tidak bisa dipaksakan, tidak boleh, bahkan mempertanyakannya saja “nggak sopan” kata anak gaul jaman sekarang.

Ahh..kok jadi panjang gini kalimat pembukanya ya...? :))
nus... sebenarnya aku ingin cerita tentang hari ini, 16 Oktober 2012, salah satu hari bersejarah dalam hidupku. Hari dimana aku berani mengambil langkah pertama dalam hidup. Hari ini tepat 2 tahun yang lalu, entah apa yang ada dalam benakku sebelumnya, sehingga aku berani melawan salah satu ketakutanku dalam hidup, lingkungan baru. Aku berani meninggalkan kenyamanan hidup ditengah keluarga, aku berani meninggalkan kehangatan persahabatan, aku berani meninggalkan kemapanan pekerjaan yang sudah settle di tempat kerjaku dahulu, untuk sebuah lingkungan baru yang sama sekali aku tidak tahu, yang ada dalam bayangan hanya gemerlap sebuah jembatan seperti san fransisco :)).

Masih terbayang nus, pertama kali merasakan panasnya kota ini dibanding desaku tercinta, kamar di lantai 3 yang lebih mirip tempat sauna, hari kedua yang “dikentel” tukang ojek, cara bicara yang sedikit lebih tinggi, senyum yang mahal, jetlag suhu memicu flu datang, sakit mata, makanan yang tidak cocok dengan lidah, gastritis juga ikut angkat bicara, ah...ini yang paling tidak aku suka dari menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, dan hal yang paling berat adalah, lingkungan baru selalu terlihat seperti semacam singa kelaparan yang siap menerkam di mataku. Meski pada kenyataannya tidak selalu seperti itu, kembali ke diri kita masing-masing bisa tidak membawa diri. Tetapi yang namanya “ketakutan” itu, selalu datang sebelum peristiwa nus... menjadi hambatan orang untuk melangkah.  Tidak seperti penyesalan, yang datangnya selalu terlambat, selalu belakangan.

Dan ketakutan itu tidak terbukti nus, tidak terbukti se-mengerikan singa yang kelaparan, tapi se-mengerikan singa yang kelaparan selama 1 minggu tidak makan...wkwkwk...kidding...nus :))
Lingkungan baru dalam lingkup sempit ternyata sangat welcome nus (ketakutan yang berlebihan sepertinya nus), meski beberapa masih meraba-raba, yaaa bisa dimaklumi segala sesuatu butuh proses. Dan dalam waktu tidak lama lingkungan baru itu begitu cepat menjadi lusuh :) :p dan menjadi neraka di satu bulan pertama nus dan terus berlanjut, belum lagi homesick yang hebat menyerang, pulang sepertinya solusi terbaik saat itu. Tapi dukungan dari beberapa teman memotivasi untuk bertahan, masak begitu aja menyerah...ayo dong tunjukkan siapa kamu, mana semangat bau sangit yang meletup-letup itu? Be honour, tuhan telah memilih kamu ditempatkan di tempat yang tidak mudah, itu berarti ia menilaimu mampu mengatasinya, karena tidak semua orang bisa, bertahanlah, jangan pernah pulang dengan kekalahan...maluu...begitu kata seorang teman.

Time goes by.... nus...and here I am...dua tahun kemudian, aku berhasil menyelesaikan pendidikan kehidupan pertama disini, dikota yang sangat tidak mudah ditaklukkan, kota yang mulai tertawa di mataku, kota yang juga membuatku tertawa [lagi], kota dimana salah satu penduduknya membuat hidupku “hidup” lagi, satu hal yang sama sekali tidak pernah terbersit, tidak pernah nus....sebelumnya tembok tak terganti dan tak pernah padam itu demikian kokoh dan tebal membentengiku...dan ia demikian mudahnya tanpa melakukan apapun meruntuhkannya....aahh.

Yang kemudian menjadi pertanyaan adalah, what’s the next? Aku tidak tahu nus....
dua bulan terakhir adalah masa gamang nus,  bahkan sampai saat ini aku tidak tahu harus bagaimana, dua jalan terpampang didepan, melanjutkan “pendidikan kehidupan” kedua disini, atau melanjutkan “pendidikan kehidupan” yang sempat terputus disana, sungguh aku tidak tahu. Seandainya engkau jadi aku, manakah yang kau pilih....? satu hal yang pasti nus, kali ini tidak ada ketakutan yang datang lebih awal, karena keduanya bukan lingkungan yang baru. Kali ini aku justru takut akan penyesalan yang selalu datang terlambat, aku takut penyesalan datang menghampiri salah satu pilihan yang tidak aku pilih atau malah datang pada pilihan yang terlanjur kupilih. Meski aku tahu, itu adalah resiko yang harus diambil, karena resiko selalu satu paket dengan pilihan, tidak bisa diambil secara terpisah, berani memilih harus berani menanggung segala resiko yang mengikutinya sepahit apapun itu. Aku masih harus menata hati untuk itu Nus, agar ketika aku memilih nanti, aku siap dengan segala resikonya, masih ada dua bulan tersisa untuk memikirkannya. Ahh...aku tidak suka pilihan Nus...aku tidak suka memilih, tapi aku hidup, dan lagi-lagi hidup itu adalah perihal memilih, mau tidak mau, suka tidak suka.

Ya sudah Nus, itu saja dulu....baik-baik disana ya....sebentar lagi kerajaanmu akan semakin basah, hujan sudah turun disini dan tentunya akan kembali bermuara di kerajaanmu, ahh kapan perahuku bermuara....??? *sigh




aku

#surat kepada Neptunus
#Oktober 16

Monday, October 15, 2012

perihal yang sudah cukup bagi seorang perempuan peronce doa



Doa yang dironcenya setahun belakangan ini sudah melapuk meski tidak selapuk hati yang menuliskannya, tetapi ia masih saja terus menuliskan dengan hatinya dan terus dironcenya dengan yang baru....
Mungkin mereka benar dia seorang bodoh, mempercayai kebodohan [yang diamini tidak sedikit kepala dengan isi yang berbeda-beda], yang diciptakan karena ketidaktahuan dan keterbatasan pengetahuan....
Mungkin mereka benar dia seorang yang konyol, mempercayai rekayasa sepanjang usia bumi, buah ketidakmampuan menguak misteri dibalik itu semua....
Mungkin mereka benar dia seorang yang naif, mempercayai dongeng tentang kemahaan diatas realita si kecil doni yang menangis dalam jerit doanya memohon hamsternya yang mati (karena digigit kucing) dihidupkan lagi dan hamsternya tetap tak bergerak...

Dia menertawakan kebodohannya sendiri yang tidak juga berusaha menjadi seperti mereka dengan beranjak dari altarnya dan mulai berhenti mengucapkan amin di penghujung pinta....
Dia menertawakan kekonyolannya sendiri yang tidak juga berusaha menjadi lebih bijak dengan mulai mempercayai rekayasa yang lain yang kelak juga akan ditertawakan dan dianggap usang oleh rekayasa yang lebih futuristik lagi....
Dia menertawakan kenaifannya sendiri yang tidak juga menyadari dongeng usang itu hanyalah dongeng pengantar tidur anak-anak yang tidak pernah terjadi di kehidupan nyata...

Dia terdiam dan berbisik, aku memang bodoh, tetapi kebodohan ini membuatku merasakan kedamaian yang tidak kutemukan di suara-suara mereka yang selalu menertawakan kebodohanku...
Dia terdiam dan berbisik, aku memang konyol, tetapi kekonyolan ini yang aku mau, aku letih mengikuti perdebatan yang tidak pernah selesai, usiaku berbatas, aku ingin menghabisinya dengan satu jawaban saja, aku tidak ingin menghabisi usiaku dengan membawa pertanyaan yang tidak pernah terjawab ke liang lahatku....
Dia terdiam dan berbisik, aku memang naif, tetapi kenaifan ini membuatku bisa menerima bahwa ia memang bukan maha memberi yang aku mau, tapi ia maha memberi yang terbaik bagiku. Meski aku baru mengetahuinya kemudian. Itu sudah cukup bagiku.Karena semuanya tentang pilihan dan aku menghormati apa yang aku pilih seperti aku menghormati apa yang mereka pilih meski mereka mentertawakan pilihanku.





#Oktober 15


Sunday, October 14, 2012

everybody loves shortcut, do you?



Beberapa pagi yang lalu, saya dan teman-teman membicarakan tentang teknologi, ciri teknologi itu berkembang....berinovasi, kami berbagi cerita tentang handphone pertama yang kami miliki, handphone yang hanya bisa untuk mengirim pesan pendek (benar-benar pendek) karena hanya bisa mengirim satu halaman, sekarang orang bisa mengirim banyak halaman sekaligus (mungkin sekarang pesan itu harus diganti bukan lagi sms tapi lms) dan hanya bisa untuk menelphone. Tapi sekarang, handphone sudah berinovasi menjadi benda multifungsi, bahkan kitab suci ada didalamnya (ada baiknya sih mengurangi pekerjaan KPK :p ). Itulah teknologi, tidak akan ada habisnya mengikuti perkembangannya. Berhubungan dengan teknologi, saya ingin menuliskan tentang produk teknologi lainnya, kotak ajaibnya si Ian di novel 5cm nya Donny dirgantoro.

Seperti juga HP, kotak ajaib ini juga berinovasi baik hardware maupun softwarenya. Dan saya ingin menuliskan tentang shortcut. Entah saya orang yang aneh atau gimana, saya tidak suka memakai mouse saat bekerja dengan komputer. Entah karena males menggerakkan tangan dari keyboard ke mouse bolak balik atau karena mouse saya itu, mouse yang suka “ngeyel”, didrag kemana larinya kemana, kadang ngambek tidak mau gerak. Karena hal tersebut saya lebih suka menggunakan shortcut-shortcut yang sudah diciptakan oleh microsoft. Saya bisa bekerja di satu area saja, dan menurut saya sih membantu saya bekerja lebih cepat. Mau coba? Ini beberapa contoh shortcut yang bisa dipakai, bisa ditemui di sini

Saya jadi inget kejadian beberapa waktu yang lampau, saya jarang sekali membawa pulang pekerjaan kantor ke rumah terutama yang berhubungan dengan komputer,  kecuali kalau memang sangat urgent, itu pun untuk urusan mengarsip saja. Kali ini saya harus mengcross check laporan toko yang tutup dalam format excel. Yang menjadi masalah adalah saya lupa excel saya di laptop adalah excel 2007 sementara yang biasa saya pakai di kantor excel 2003, dan celakanya saya sangat tidak familier dengan excel 2007 karena saya memang tidak pernah menggunakannya, terutama untuk shortcut keyboard nya, yang ternyata berbeda. Ketika saya memakai tombol-tombol shortcut keyboard excel 2003 muncul kotak reseh di layar yang kurang lebih bilang begini (dalam terjemahan bebas, karena bebas ya suka-suka saya nerjemahinnya) di pikiran saya yang sedang kumat absurd nya : “ haduuuhh…gue kagak ngerti dengan perintah elo…itu perintah jaman batu…belajar dulu sana…baru pake gue…!!!” dengan gaya bicara alay ABG jaman sekarang.  Grrrrrrrhhhhhhh……  aah…ternyata saya harus terus mengupgrade kemampuan seiring dengan kemajuan teknologi yang sepertinya setiap detik berinovasi….

alhasil pekerjaan jadi lebih memakan waktu dan ribet, sesuatu yang seharusnya bisa diselesaikan dengan cepat karena ada jalan pintas jadi harus bertele-tele, dan rasanya......  saya tidak sendiri, ini jaman shortcut bukan…? Everybody loves shortcut. Semua serba instant dan berusaha memperpendek proses, atau bahkan kalau bisa meniadakan proses, mulai dari mengolah makanan, rumus matematika, sampai proses birokrasi dan perjalanan hidup. Tanpa kita sadari kita telah kehilangan keindahan pada proses itu. Makanan instant jaman sekarang rasanya kalah jauh dengan masakan desa yang dimasak dengan kayu bakar, yang proses memasaknya lebih lama, lebih ribet, mulai dari harus menghidupkan kayu bakar, menunggu sampai api benar-benar jadi dst…keindahan proses terasa dalam lezatnya rasa. Itu baru mengolah makanan, belum yang lain yang kalau saya tuliskan disini pasti akan jadi buku….(dan saya belum siap terkenal…wkwkwk)

Demikian juga dengan perjalanan hidup, semua ingin sampai di suatu titik bernama tujuan dengan menciptakan shortcut-shortcut. Kadang Tuhan membuat shortcut-shortcut itu tidak jalan atau tidak compatible dengan hidup kita. Tuhan “memaksa” kita melalui “jalanNya” yang sudah ditetapkan, yang tentu saja akan sedikit merepotkan kita, akan membuat kita menghabiskan banyak waktu…ribet, belum kesulitan yang berpangkat-pangkat, kadang kuadrat, kadang pangkat 3,4,5 bahkan pangkat tak terhingga. Dan yang terberat adalah penderitaan disepanjang “jalanNya” yang mendera, yang membuat kita demonstrasi pada tuhan, dengan spanduk-spanduk berisi keluhan, pertanyaan mengapa dan bahkan mungkin hujatan.

Ada hal yang seringkali tidak disadari oleh manusia, yaitu keindahan dari sebuah proses, sesulit dan semenyakitkan apapun itu. Semua itu dimaksudkan agar kita belajar, karena hanya dari kesulitan itu kita belajar, bukan dari kemudahan. Semua itu dimaksudkan agar kita tangguh, karena hanya dari penderitaanlah kita menjadi selapis lebih tangguh bukan dari kesenangan-kesenangan. Dan pada akhirnya kita bisa menikmati hasil dari proses itu dengan kepuasan batin yang luar biasa. Seperti makanan desa yang dimasak dengan proses yang lebih panjang dan ribet tapi hasilnya jauh lebih enak dan sehat daripada makanan instant. Terakhir saya ingin mengutip kalimat bijak dari sebuah podcast di website Indonesia bercerita yang berjudul monik dan kaus kakinya, alamatnya disini

hidup adalah tentang menikmati berapa kali keliru, berapa kali khilaf, atau berapa kali salah dalam memilih. Selalu diingatkan bahwa hidup adalah belajar menjalani proses, salah memilih berarti menerima gagal, menerima gagal berarti menerima kecewa, dan hanya dengan kecewa manusia akan tahu caranya berbesar hati




#Oktober 14

Saturday, October 13, 2012

ketika hujan adalah 1% air dan 99% galau



memandangi hujan dari balik jendela…..
dulu hujan adalah keindahan milik kami….
hujan membuat saya tahu seberapa dalam ia menyayangi saya….
hujan menjadi saksi ia menerjang derasnya, menempuh 22 km PP…untuk saya….
itu semua ada dalam dunia bernama kenangan…
dan saya bersyukur saya sudah dapat berdamai dengan dunia itu…
tanpa rasa yang sama, tanpa penyesalan, tanpa kesedihan…
saya bisa mengunjunginya sesekali hanya untuk mengenang….itu saja…

kini…hujan membawa bayangan lain…
bayangan yang tidak pernah saya kira saya akan merasakan lagi suatu deja vu dari suatu rasa yang merupakan anugerah dari Sang Maha…
rasa yang saya tidak pernah memintanya, itulah mengapa saya menyebutnya anugerah…
rasa yang tidak bisa saya mengerti, mengapa dia…bukan yang lain yang memiliki rasa yang sama…
dan saya hanya bisa mensyukurinya karena setelah “saat itu” saya pikir rasa itu tidak akan terganti…tidak akan ada yang lain lagi…
meski rasa itu hadir bersama rasa lain…rasa perih yang menyalib…
saya tidak bisa menyalahkannya…dan saya juga tidak mau disalahkan...
karena saya tidak pernah meminta…dan saya juga tidak pernah memilih…
kalau ini dimaksudkan untuk test mental agar saya bisa lebih tangguh lagi…saya menerimanya Tuhan…
seperih dan sesakit apapun…
meski saya hanya seperti daun kering yang ditanggalkan oleh “angin timur” dari ranting-rantingnya…
tanpa tahu harus kemana…

ahh…hujan memang 1% air dan 99% galau….



#oktober 13

Friday, October 12, 2012

menyapa malammu, bunny


Hai Bunny,


Apa kabarmu? Sendiri? Apakah engkau sedang merasakan apa yang pernah dan masih kurasakan bunny, kehilangan kunang-kunang yang menerangi malammu? Malam yang biasanya menjadi saat yang paling ditunggu ketika pagi baru saja menyapa, telah kehilangan renjananya. Malam yang biasanya bergradasi oleh  sapa dan canda, menjadi senyap diterkam sepi. Malam dengan kenangan-kenangan kecil tapi menjadi besar di benak.

Bagaimana rasanya bunny...? ungukah? Atau biru...? yang pasti bukan jingga seperti wortel kesukaanmu kan? Atau hitam muda seperti kata tuanmu? Satu dari beberapa hal yang kusuka darinya, ia selalu bisa membuatku tertawa atau tersenyum geli dangan candanya. Aku suka hal-hal yang membuatku tertawa bunny, karena aku suka tertawa, meski katanya aku tidak boleh tertawa, karena kalau aku tertawa bisa membuat takut teman-temanku katanya....aku tahu dia sedang mengejekku dengan candaannya bunny, aku hanya bisa tersenyum kecut tapi kemudian juga tertawa didepan layar..menertawakan kepahitan, aku terlahir tidak seperti Jessica Alba :))  terkadang dengan menertawakan kepahitan semuanya menjadi lebih mudah... bunny.

Engkau tahu bunny, kelam dan pekatnya sepi dibalik punggungnya melebihi kelam malam dan pekat kabut asap kemarin pagi, engkau merasakannya juga kan? Sangat menyesakkan ketika tirai disibakkan, aroma asap yang menyengat langsung menyeruak memasuki kamar, seperti itulah rasanya bunny, sebentar lagi engkau akan mengalami lebih dari itu, ia akan menghabiskan malamnya untuk sebuah mimpi. Dan engkau harus menghabiskan malam mu sendiri, engkau akan kehilangan waktumu bersama pemilik tangan kokoh yang penuh kasih yang biasa merawatmu, yang biasa kau ajak bercanda, yang biasa kau sentuh hidungnya dengan hidungmu, Jangan bersedih bunny, ia sedang menjemput mimpinya, bukankah bahagianya juga bahagiamu?

Inilah hidup bunny, engkau harus belajar memahaminya, hidup itu tidak seperti ipod...tahukah engkau ipod? Sebuah benda yang berisi lagu-lagu favorit pemiliknya, pemilik ipod bisa memilih lagu apa saja yang disuka dan bisa diputarnya berulang-ulang semaunya, tapi hidup bukan ipod, hidup itu radio bunny, engkau tahu radio? Entah tuanmu memilikinya atau tidak, aku penggemar radio bunny, dulu sewaktu aku masih tinggal di sebuah kota yang adalah sebuah surga yang tuhan titipkan di bumi, aku adalah pendengar radio yang setia, hidup seperti radio... bunny, kita harus menyesuaikan frekwensi kita untuk bisa menikmati hidup, kita tidak bisa memilih apa yang akan datang pada hidup kita esok, kita hanya bisa memilih bagaimana menyesuaikan diri dengan keadaan, baik itu bahagia, sedih, kehilangan, dan lain-lainnya.  

Bunny, sampaikan salamku pada tuanmu yang sedang berjuang menjemput mimpinya ya, sampaikan padanya jalan kesana tidak akan mudah, tapi aku tahu dia akan mampu sampai disana, seperti kalimat yang aku kutip dari novel 5cm-nya Donny Dirgantoro, yang ia perlu...
Cuma kaki yang akan berjalan lebih jauh dari biasanya,
tangan yang akan berbuat lebih banyak dari biasanya,
mata yang akan menatap lebih lama dari biasanya,
lapisan tekad yg seribu kali lebih keras dari baja...
Dan hati yang akan bekerja lebih keras dari biasanya...
Serta mulut yang akan selalu berdoa...
 
karena dia tidak berdoa, aku akan berdoa untuknya bunny. Bunny, mungkin nanti engkau masih memiliki sedikit sisa waktu sebelum ia tertidur kelelahan, hiburlah dia, ah beruntungnya engkau....buat dia tersenyum...engkau pasti tahu caranya. Jangan bersedih bunny, engkau masih jauh lebih beruntung dari aku, setidaknya. Selamat malam bunny.



*foto saya temukan dari file download di netbook saya langsung dari sang empunya, mohon izin memakainya (jika membaca)


#Oktober 12

Thursday, October 11, 2012

sebuah nasihat imajiner dari nenek saya


Hai Nus....mulai sekarang aku tidak akan menanyakan kabarmu, aku tahu kabarmu pasti selalu baik dan basah :). Nus....aku kangen menulis surat padamu, seperti aku kangen dia, bedanya kalau aku kangen menulis surat padamu aku tinggal tulis, tapi kalau aku kangen dia aku tidak mungkin mengiriminya surat :( aahh...sudahlah aku sudah berjanji pada diri sendiri tidak akan galau lagi.

Nus, aku pengen cerita kejadian kemarin, kemarin petang hingga malam tepatnya, aku harus merasakan berenang-renang ke tepian, berakit-rakit ke hulu, ya...aku bersenang-senang dahulu, mengabaikan tumpukan pakaian dan bersenang-senang dengan santai, kemudian bersakit-sakit karena harus menyetrika baju bertumpuk-tumpuk karena menundanya. Bahagia itu memang sederhana, tapi tidak bahagiapun sederhana, tundalah pekerjaan yang harusnya bisa dikerjakan, maka tidak bahagia pasti dalam genggaman :)). Sambil berkali-kali menggerutu karena capek, aku mendengarkan curhatan teman sekamarku Nus, seorang yang masih belia baru saja lulus dari politeknik sebuah universitas di Palembang.

Ia bercerita tentang kisahnya dengan kekasihnya yang sering bertengkar..Nus, ia merasa sering diperlakukan seenaknya, dan ia merasa apa yang dilakukan oleh kekasihnya itu seperti apa yang dia lakukan pada ibunya,  ia kemudian bertanya kepadaku, “apa ini karma ya mbak, karena aku sering memperlakukan ibuku seperti itu...?” tanyanya.
“Habis ibu tu begitu, kalau diajak ngomong suka tidak nyambung, jadi aku kesel”, begitu katanya ketika kutanya mengapa. Apa yang diceritakan oleh temanku tersebut kemudian menghadirkan sebuah rasa yang seperti meremas-remas hatiku Nus dan menghasilkan rindu yang teramat sangat. Rindu pada sosok yang memiliki usapan tangan terhangat didunia. Rindu pada sosok yang memiliki pelukan terhangat di dunia. Rindu yang menyiksa Nus, karena aku masih harus menunggu beberapa waktu lagi untuk mengobatinya.

Nus, rindu akan kehangatan pelukan ibu tersebut, membawa serta ingatan akan semua yang ada disana, semua Nus, bahkan sampai ke sosok seorang yang sudah tidak ada lagi, sosok luar biasa, aku hanya bisa membayangkannya karena aku tidak pernah mengenalnya,  ia dipanggil yang Maha Kuasa jauh sebelum aku lahir, bahkan saat itu ibuku masih berusia 4 tahun. Tapi aku tahu ia seorang sosok yang luar biasa, kesetiaan kakekku yang sampai akhir hayatnya tidak menikah lagi, membuktikannya. Dulu aku selalu berimajinasi, ia masih ada dan selalu menasihati cucu-cucunya dengan petuah bijak, diantaranya satu yang selalu hadir dalam imajinasiku adalah :

“urip iku saiki lan sesuk nduk, kemarin hanyalah tempat kita menengok dan belajar untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama dihari ini dan esok, tempat kita menengok dan belajar untuk selalu mengulang kebaikan yang pernah kita lakukan kalau perlu lebih. siapa dirimu adalah dirimu sekarang, bukan dirimu kemarin. hidupilah hari ini saja dan esok, jangan menghidupi hari kemarin, karena itu sia-sia.”

Ah, rindu selalu begitu Nus, mengais-ngais kenangan yang terkadang membawa  seseorang ke dunia yang tidak bisa dimasukinya lagi, dunia absurd yang hanya ada dalam keabadian kenangan dalam pikiran manusia. Dunia yang kadang terlihat begitu indah yang membuat manusia ingin kembali kesana, tapi juga tidak jarang terlihat sebagai neraka yang ingin dilupakan tapi tidak pernah bisa. Itulah kami manusia Nus....rumit....iya sesederhana itu kata seorang penyair favoritku yang sering kukunjungi rumahnya, alamatnya disini.

Itu saja Nus...ceritaku...sampai jumpa lagi di cerita yang lain...



me

Wednesday, October 10, 2012

"ngono yo ngono, ning ojo ngono"


Sebuah account twitter dengan nama @GoogleSecrets yang saya ikuti, nge-tweet tentang kecenderungan banyak orang mengetikkan kata di google hanya untuk mengetahui apakah spelling tulisannya sudah benar atau belum. Sebelum membaca tweet ini saya bukan termasuk “banyak orang” yang disebutkan itu, saya memanfaatkan fasilitas spelling and grammar-nya word 2003, tapi setelah membaca tweet itu saya jadi mencobanya :) terutama kalau sedang ingin nge-tweet atau update status bahasa inggris, dan ada kata yang saya ragu cara penulisannya, saya tidak perlu lagi membuka word. :) itulah kenapa saya suka membaca, selalu mendapat hal-hal baru yang bermanfaat.

Sebenarnya saya tidak ingin membahas tentang tweetnya @GoogleSecrets, cuma apa yang ingin saya tulis ini ada hubungannya dengan spelling. Ketika menulis postingan saya sebelum ini disini, saya agak bingung menuliskan kata grateful yang benar, satu l atau double l, saya lalu mencobanya di google dan ternyata satu l :) saya dan sebagian orang sering kelebihan huruf dalam menuliskan suatu kata dalam bahasa inggris, kata grateful, beautiful, browsing (tanpa h), kelebihan apostrope di kata thanks (orang sering menuliskannya thank’s, padahal thank’s dengan apostrope itu artinya berbeda dengan thanks = terimakasih, thank’s itu saru kata tutor les bahasa inggris saya dulu, sayang dia tidak mau memberi tahu artinya, dia hanya bilang itu saru).


Intinya yang ingin saya sampaikan, salah (bisa kurang atau kelebihan huruf) satu huruf saja secara gramatikal, suatu kata bisa memiliki makna yang berbeda atau bahkan menjadi tidak bermakna. Contoh grateful ketika ditulis gratefull (kelebihan huruf) menjadi tidak bermakna, meski orang masih bisa memaklumi yang dimaksud adalah grateful.  Demikian juga dengan browshing dan browsing, kemudian thanks dan thank’s, dan tentunya masih banyak lagi contoh kata yang lain.

Sepertinya begitu juga dengan hidup, kita atau orang lain sering  melakukan hal-hal yang tidak sesuai pakem dan keseharusan (yang belum menyentuh ranah hukum tentu saja), tapi orang lain atau kita bisa menerimanya, memakluminya, selama apa yang dilakukan itu belum begitu keterlaluan. Kalau kita kembali ke contoh diatas tadi menulis grateful, kurang tiga huruf ditengah (ini yang saya maksud keterlaluan), maka kalimat “be grateful no matter what” jika hilang 3 huruf akan menjadi “be gatel no matter what”, bisa dibayangkan betapa bingungnya orang-orang bule membaca kalimat tersebut.  :)) dan bisa dibayangkan pula, jika hal itu kita lakukan dalam kehidupan kita, kita melakukan hal-hal yang melenceng jauh dari pakem/keseharusan, mungkin orang lain masih bisa menerima, memaklumi, tapi pasti mereka sudah tidak respect lagi pada kita.

Saya jadi ingat pepatah Jawa, ngono yo ngono ning ojo ngono, yang kurang lebih intinya, asal jangan keterlaluan. kalau memang terpaksa harus melenceng dari pakem/keseharusan ya jangan keterlaluan. Dan sebaiknya jangan terburu-buru menilai buruk apa yang orang lain lakukan yang tidak sesuai pakem, karena kita tidak pernah tahu apa yang sesungguhnya mereka alami, we never really be in their shoes. Dan di sisi lain, jangan terlalu takut melakukan sesuatu yang kita yakini benar dan baik, hanya karena takut dengan tajamnya penilaian orang, karena apapun yang kita lakukan people will always judge because they never really be in our shoes. Jadi Ignore it selama kita yakin itu baik dan benar. This is our life, run it well!




#Oktober 10

Tuesday, October 9, 2012

Perempuan penenun debu



Matahari sudah bersiap turun dari singgasananya, ia adalah matahari yang sama dari sejak manusia menamainya matahari hingga sekarang, ia adalah matahari yang selalu memberi kehangatan di pagi hari pada burung-burung kecil, pada bayi-bayi merah di halaman rumah, pada mereka yang memiliki pagi yang satu jam-nya 90 menit. Ia juga matahari yang selalu menginspirasi pejuang-pejuang kehidupan untuk terus menerik, meski awan-awan silih berganti mencoba menghalangi sinarnya, ia tidak pernah menyerah, ia matahari yang tidak bisa menyerah meski ia ingin dan berhak untuk itu.

Matahari mempunyai banyak sahabat yang mengiringinya dari mulai terbit hingga tenggelam di peraduannya. Salah satunya seorang perempuan, perempuan penenun debu. Kehangatan matahari pagi adalah saat ketika perempuan itu memulai perjalanannya bersama matahari setelah semua ritual pagi didalam rumahnya ditunaikan, rumah...entahlah, apakah itu layak disebut rumah jika dilihat dari segi bangunannya, satu yang pasti baginya, rumah adalah tempat cinta dan kasih dalam sebuah keluarga berdialektika, sesederhana itu. Berbekal dua kantung besar hampir setinggi tubuhnya sendiri dia mulai melakukan perjalanannya bersama matahari. Dari depan rumahnya, tubuhnya mulai memunguti debu. Debu dan sinar matahari yang ditenunnya membungkus kulitnya menjadi legam.

Dari satu bak sampah ke bak sampah lain ia mengais harapan, harapannya dan harapan anak-anaknya untuk bisa makan esok hari, harapan untuk menemukan plastik-plastik dan rombengan yang bisa dimasukkan dalam kantungnya untuk ditimbang dan ditukar dengan 1 lembar rupiah bergambar pangeran Antasari per kilogramnya. Harapan yang tidak selalu menjadi kenyataan, ketika ia harus menelan kekecewaan karena ia telah keduluan pemulung lain yang telah berangkat lebih dulu, atau karena orang-orang lebih senang membuang sampah disembarang tempat daripada di tempatnya, ia sadar harapan memang tidak selalu menjadi kenyataan, hidup telah mengajarinya menyadari hal itu, tetapi seperti kawannya matahari, ia tidak bisa berhenti berharap, karena hanya itu satu-satunya yang masih membuatnya bertahan, harapan agar anak-anaknya tidak mengalami kehidupan seperti dirinya.

Matahari telah sampai di ubun-ubun kepalanya, sarapan nasi dan sepotong tempe kemul sisa anak-anaknya sudah tidak berbekas lagi, perutnya sudah melilit-lilit meminta untuk diisi, di bawah sebatang pohon akasia di depan sebuah sekolah dengan murid yang berseragam putih abu-abu, ia berhenti dan beristirahat dengan dua kantung besarnya yang baru berisi setengah. Ia duduk dan memperhatikan siswa-siswi yang sedang beristirahat itu, pikirannya melayang jauh kedepan dengan satu pertanyaan besar laksana godam menggantung diatas kepalanya, mampukah ia membawa anak-anaknya masuk ke sekolah itu nanti, sementara sekarang saja si sulung sudah dua bulan ini belum membayar uang sekolah, batinnya menjerit, betapa untuk menjadi pintar saja demikian susahnya di negeri ini.

Lamunannya terhenti ketika ada sebuah tangan menyentuh bahunya dan dengan tersenyum seorang gadis belia memberikan sebuah kotak berisi makanan, tanpa bicara ia memberikan kotak makanan itu dengan satu-satunya tangan yang dimilikinya, dan dengan tangan yang sama ia memberi isyarat pada perempuan itu untuk memakan kue pemberiannya. Perempuan itu menerima kotak makanan itu dan mengucapkan terimakasih pada gadis belia itu. Gadis itu tidak beranjak, dengan tangannya ia kembali mengisyaratkan pada perempuan itu untuk memakan makanannya. Perempuan itupun membuka kotak makanannya, tetapi ia menutupnya kembali, ia berkata kepada gadis itu, “saya tidak bisa memakannya sekarang, saya akan memakannya bersama anak-anak saya nanti.” Gadis itupun membalikkan badannya dan berlari masuk ke sebuah toko kue dan kembali lagi dengan sebuah kotak makanan ditangannya. Diberikannya pada perempuan itu dengan isyarat yang sama dengan yang tadi. Perempuan itu menerima kotak itu dengan berlinang airmata, sambil mengucapkan terimakasih. kemudian ia bertanya, “boleh ibu tahu siapa nama eneng?” gadis itu menunjuk mulutnya dan menggerakkan tangannya. Seorang ibu menghampiri mereka kemudian berkata, “maaf anak saya belum bisa bicara sejak kecil bu”, kemudian ia menggamit tangan anaknya dan berpamitan, “kami pergi dulu ya bu....” kemudian berlalu menuju ke mobilnya tanpa menunggu jawaban dari perempuan itu.

Airmata perempuan itu tidak bisa ditahannya lagi, ia tidak tahu harus bersyukur atau bertanya mengapa, kepada sang pencipta atas apa yang baru saja dialaminya. Ia tidak tahu apakah ia harus bersyukur atau bertanya mengapa untuk semua kelengkapan yang tuhan beri diatas hidupnya yang serba kekurangan sementara disaat yang sama ada orang yang dikaruniai ketidaklengkapan diatas hidup yang berkecukupan. Ia bahkan tidak tahu seandainya dia disuruh memilih hidup seperti apa yang dia mau. Satu hal yang ia lakukan hanya menaikkan doa untuk kebahagiaan gadis itu, kebahagiaan yang sama yang selalu dimohonkan dalam untaian doanya setiap malam untuk anak-anaknya tercinta.

Matahari telah mengarungi tiga perempat hari, ia masih matahari yang sama, matahari yang selalu bersemangat untuk bersinar, matahari yang mengajari untuk tidak jumawa, untuk tetap membumi, dengan turun dari singgasananya di sore hari dan memberi kesempatan malam bertahta. Kedua kantung besar perempuan itu telah nyaris penuh, dengan terseok-seok dia menggendongnya menuju gudang pak Jatmiko untuk menukarnya dengan lembaran-lembaran rupiah yang bisa dibawanya ke warung mbok Darmi untuk membayar beras dan keperluan lainnya. Kerja keras sehari yang hanya bisa untuk hidup sehari yang selalu diajarkan pada anak-anaknya untuk disyukuri. Karena dilain tempat bahkan ada yang bekerja keras selama satu hari hanya bisa untuk hidup setengah hari. Bahagia itu sederhana, cukup dengan mensyukuri semua yang terberi, itu yang selalu diucapkannya pada anak-anaknya sebelum tidur di penghujung dongengnya.



*be grateful no matter what.
**terinspirasi dari seorang perempuan dengan dua kantung besar berisi hasil pulungannya di Jl. Veteran beberapa sore yang lalu.

#Oktober 9