Sunday, October 28, 2012

[hanya] bersama hujan dan as the wind blows-nya Kitaro, saya mencoba mengenang tanggal itu di hari ini...


Dear Ibuk,
Masih ingat tangis pertama saya dulu yang ibuk sambut dengan sukacita (bukan saya sok tahu, tapi saya rasa setiap ibu akan menyambut dengan sukacita anak yang dilahirkannya), di tanggal ini di hari itu, seperti apa buk? Keraskah? Sekeras saya pernah berteriak “nanti duluuuuuuu.......!!!!” ketika ibuk memanggil saya untuk pulang dan mandi ketika saya masih bermain-main kah? Atau sekeras tangisan saya ketika terjatuh, ah bekasnya masih ada sampai sekarang buk...apakah memang luka selalu meninggalkan bekas buk meski tidak sakit lagi...?

Buk...hari ini, bersama hujan dan as the wind blows-nya kitaro, saya mencoba mengenang tanggal itu dihari ini, meski tentu saja tidak ada yang tersisa dari ingatan ketika saya baru bisa menangis untuk yang pertama kali, tetapi saya bisa membayangkan sedamai dan sehangat apa rahim ibuk, surga penuh kehangatan dan kedamaian, cinta tak bertepi, seandainya kejaiban itu ada dan bisa, ingin saya sesaat kembali kesana, untuk merasakan lagi apa itu bahagia, sesaat saja buk...sesaat saja... saya butuh itu untuk mengobati letih ini, saya ingin merasakan usapan tangan dua hati yang membuat saya ada.

Buk...ibuk pasti tahu dunia di luar rahim itu sangat keras, terkadang saya merasa, saya adalah seorang pengecut yang ingin kembali saja ke rahim ibuk menjadi sebuah sel telur yang tidak pernah dibuahi, sel telur yang luruh yang menimbulkan rasa sakit yang mencengkeram di perut ibuk, tapi hanya satu hari dan kemudian hilang. Rasanya saya tidak sendiri buk, seorang penyair, idola saya yang biasa  saya baca tulisannya disini, juga merasakan "dunia diluar rahim itu tidak lebih serangkaian mimpi buruk yang indah atau mungkin sebaliknya." Saya tahu  ibuk pasti akan bersedih jika membaca ini, tapi ini hanya terkadang buk , karena terkadang, entah mendapat kekuatan darimana, saya demikian mencintai hidup ini dengan berani, dan saya berani menghadapi kerasnya hidup ini. saya berani menantang kepahitan dan kepedihan dengan arogan...”LUKAI SAYA SEKALI LAGI.....!... ENGKAU AKAN TAHU SIAPA SAYA!!!” ini anak  ibuk, dari ibuk saya belajar untuk tidak lembek, meski tidak selalu bisa. Karena terkadang saya sangat rapuh, sangat.

Saya bersyukur sekali telah lahir dari rahim seorang ibuk yang luarbiasa, ibuk yang adalah lilin, lilin yang rela habis demi menerangi sekelilingnya. Rasanya sama seperti yang penyair itu rasakan, terimakasih, doa, dan segala yang mampu saya beli tidak pernah memadai untuk semua, semua cinta, pengorbanan, semua...ya semua yang telah ibuk lakukan untuk anak ibuk ini. Rasanya keterlaluan sekali kalau untuk cinta dan pengorbanan sebesar itu saya tidak menjalani hidup saya dengan lebih bertanggung jawab, rasanya keterlaluan sekali kalau saya menyia-nyiakan hidup yang bagi sebagian orang yang terbaring tak bergerak di unit stroke rumah sakit, sangat berharga.

Buk, malam ini, saya tidak tahu apa yang saya rasakan, bahagia yang sedih atau sedih yang bahagia, tapi saya bersyukur pada IA yang telah ibuk kenalkan pada saya sedari saya masih sangat kecil, saya telah sejauh ini melangkah, sebuah perjalanan yang tidak mudah, sebuah perjalanan yang terjal dan penuh liku, jatuh, bangun, jatuh lagi, bangun lagi, dan here I am, masih tegak di titik ini, mungkin memang itu gunanya menengok ke belakang ya buk, untuk melihat bahwa, kita pernah melalui jalan-jalan yang tidak mudah, jalan-jalan yang terjal dan berliku, jatuh, bangun, terluka berkali-kali, dan terbukti kita mampu melaluinya, kalau dulu bisa, harusnya sekarang juga bisa, demikian logikanya ya buk...

Buk...saya suka sekali kata-kata penyair itu, penyair yang saya sebutkan didepan tadi, ia tidak hanya mampu merangkai kata-kata indah, tetapi ia juga mampu memotivasi pembaca tulisannya dengan apa yang ditulisnya, dia pernah menuliskan ini
"saya mencintai kamu dan kehidupan. umur adalah sumur, semoga orang lain bisa minum, mencuci, dan mandi dari mata airmu. selamat berulang tahun, diri sendiri."
Saya ingin menjadi seperti itu, seorang yang mencintai kehidupannya, dan semoga orang lain bisa minum, mencuci dan mandi dari mata air saya, bukan airmata saya.

Buk...malam ini, saya hanya ingin bilang, terimakasih telah membuat saya ada, terimakasih tak berujung karena saya telah lahir dari seorang ibuk seperti adanya ibuk. Saya tidak berjanji untuk bisa selalu kuat menghadapi kerasnya kehidupan ini buk, tapi saya berjanji untuk selalu berusaha mengingat cinta dan pengorbanan ibuk yang telah membuat saya bisa sampai di titik ini. Semoga dengan begitu saya bisa selalu kuat menghadapi apapun yang tuhan taruh dalam garis perjalanan hidup saya. Terimakasih sekali lagi buk, terimakasih penuh cinta, terimakasih sehangat pelukanmu, saya tahu ini tidak sebanding dengan semuanya, tapi saya juga tahu ibuk tersenyum mengetahui ini. Baik-baik disana ya....tunggu saya, akan ada waktunya saya juga akan sampai disana.


Love
your daughter

#The end of the journey of Oktober

No comments: