Friday, August 31, 2012

Pada sebuah paragraf yang lain...



Kemarin pada suatu pagi buta
Baru saja sebuah harapan dan sukacita seorang ibu dibawa dalam tas jinjing
dalam hitungan menit akan dibawanya terbang
memulai sebuah kehidupan baru yang lebih layak disebut keluarga

Kemarin pada suatu pagi buta
sebuah taxi membawa pergi seorang sahabat
meninggalkan banyak cerita, bukan cerita biasa
cerita tentang hidup dan bagaimana menghidupinya

Kemarin pada suatu pagi buta
Masih terlalu pagi untuk sebuah rutinitas
Sementara rapal doa sudah tidak lagi menjadi ritual
sebuah kemajuan atau kemunduran, hanya tentang dari sudut mana dilihat

Kemarin pada suatu pagi buta
Tubuh-tubuh kembali tergolek
selimut-selimut memberikan pelukan terhangatnya
kembali tenggelam dalam mimpi-mimpi

Kemarin pada suatu pagi buta
sebuah paragraf berbicara tentang perpisahan
tidak selamanya perpisahan adalah sebuah akhir
terkadang perpisahan adalah sebuah awal

Kemarin pada suatu pagi buta
sebuah paragraf berakhir dengan peluk cium dan kata maaf
tidak selalu perpisahan itu adalah airmata
kali ini perpisahan adalah senyum dan doa

Thursday, August 30, 2012

Selamat pagi Jendral….




Ahaaa…apa kabar Anda hari ini…?
Saya sudah jarang sekali melihat Anda tersenyum belakangan ini. Anda semakin tambun dan terlihat lusuh dan tua. Hari-hari belakangan ini  tidak berpihak kepada Anda ya sepertinya. Apapun yang Anda lakukan rasanya jatuhnya selalu salah dimata “rakyat”. Kenapa “rakyat” saya tanda kutip? Karena “rakyat” disini tidak mewakili seluruh warga Negara, “rakyat” disini hanyalah mereka yang beroposisi dengan Anda, mereka yang peduli akan kondisi negaranya dan ingin ada perbaikan, dan mereka yang memang kegemarannya hanya mencela dan ini tidak ada hubungannya dengan kinerja Anda. Sementara rakyat yang lain mungkin lebih memilih memikirkan bagaimana mendapatkan uang untuk makan hari ini, bagaimana mencari uang untuk membeli susu anak-anaknya , bagaimana mencari uang untuk menyekolahkan anak-anaknya yang …..gosshhhh…..semakin mencekik, daripada memikirkan presidennya. 

Atau sebagian rakyat yang lain lebih memilih terjun ke pelosok-pelosok untuk mencerdaskan anak-anak (Indonesia Mengajar), membentuk komunitas yang menampung mereka yang muda untuk dipersiapkan menerima tongkat estafet kepemimpinan (Indonesian Future Leaders), membangun komunitas yang berisi mereka yang peduli pada anak-anak dan pertumbuhannya (Indonesia Bercerita), mereka yang lebih memilih tindakan nyata membaktikan dirinya pada negeri daripada sekedar pusing memikirkan carut marut negerinya apalagi presidennya.  Atau sebagian lagi yang malah sibuk saling bantai, saling bunuh, dan beberapa yang benar-benar tidak peduli…apakah negara ini ada, bahkan beberapa menganggap negara ini berjalan tanpa presiden, inilah kenyataan negeri ini Jendral…inilah rakyatmu.

Saya tidak tahu saya masuk bagian yang mana Jendral…., kadang saya benar-benar apatis, lebih cenderung ke putus asa, mau dibawa kemana bangsa ini. Tapi ingin melakukan sesuatu pun tidak tahu apa yang harus dilakukan, kadang saya ikut gemes dengan apa yang terjadi pada pemerintahan Anda, mau marah tapi dulu saya juga memilih Anda berarti saya punya peran dalam carut marut ini. Mau protes dan ikut teriak rasanya percuma hanya menghabiskan energi. Tapi kadang saya juga membela Anda Jendral….saya tahu duduk di kursi presiden itu tidak mudah, apalagi dengan system yang sudah seperti itu, rasa-rasanya siapapun orangnya yang duduk disana sama saja jika sistemnya tidak diperbaiki, terkadang Anda memang terlihat sebagai orang yang benar ditempat yang salah. Kadang terpikir ide gila untuk membabat satu generasi birokrasi di negeri ini…pensiun dini semua, ganti dengan yang baru yang qualified, yang bersih yang benar-benar melalui Fit and Proper Test. Tapi sepertinya tidak mungkin kan? Akhirnya ya sudah…gimana lagi…mau tidak mau…ya inilah kenyataan... Anda adalah presiden kami.

Sampai kemudian saya membaca berita di internet, Anda menegur anak-anak yang tertidur sewaktu Anda berpidato. Rasanya kepala saya keluar tanduknya, saya misuh-misuh sendiri..beraninya kok sama anak-anak…sementara didepan “Dewan Yang Terhormat” itu???  Jendral…Anda kan punya dua anak…punya cucu…Anda harusnya tahu anak-anak itu seperti apa? Anda berpidato pada anak-anak, tetapi isi pidato Anda untuk orang tua, ya bagaimana mereka tidak mengantuk, bagaimana mereka tidak bicara sendiri? Belum lagi cara penyampaian pidato Anda tidak ada menarik-menariknya di telinga anak-anak. Sementara kondisi anak-abak sudah payah, saya berani bertaruh, mereka pasti sudah harus siap sejak pagi, mereka pasti harus mengikuti latihan dan gladi bersih hari sebelumnya, jelas mereka capek. Dalam kondisi seperti itu mereka harus mendengarkan pidato yang mereka tidak mengerti. Harusnya tidak perlu keluar kalimat teguran tersebut kan Jendral….! 

Jenderal….
Masih ada beberapa waktu lagi untuk memperbaiki nama Anda, masih ada beberapa waktu lagi untuk menunjukkan bahwa Anda memang seorang jendral, masih ada beberapa waktu lagi untuk berbuat sesuatu…mengukir sejarah untuk kami kenang, masih ada waktu Jendral….jangan kalah dengan Anies Baswedan dan Indonesia Mengajarnya, jangan kalah dengan Moh Iman Usman dan Indonesian Future Leaders-nya terlebih jangan kalah dengan mereka yang hanya memanfaatkan Anda untuk kepentingan mereka sendiri. Selamat berjuang Jendral….! Rakyat menunggu kiprahmu.




Rakyatmu 

Wednesday, August 29, 2012

paragraf yang ditutup dengan lima tanda seru...


Malam
Sehari seperenambelas malam menunggu
Datang dan pergi
Bukan yang ditunggu

Malam
Sehari dan satu seperenambelas malam tergolek
Pada satu sisi saja materi berada pada tempatnya, sisi lain mengikuti rotasi bumi
pening kemudian hilang yang terulang

Malam
Keajaiban dibalik pintu yang terbuka
Putih bergaris hitam terlihat jingga
kedatangan dibatas akhir harapan

Malam
kedatangan yang menentramkan
senda dalam gurau ditengah pening dan hilang yang terulang
ada bahagia dalam derita pada sisi yang lain

Malam
sebuah pamit dan sebuah harap akan kedatangan lagi pada dua kutub
sebuah buku dan halaman pertamanya menjadi tabib dan ramuan yang mujarab
Rotasi bumi perlahan mulai samar

Pada sebuah paragraf
telah digarisbawahi arti sebuah kehadiran
Pada sebuah paragraf
alinea ditutup dengan lima tanda seru… aku butuh kamu….!!!!!


:: Mengenang waktu itu, boleh kan…?????

Tuesday, August 28, 2012

Dear Sista....



:: MWS


Hai bawel…:) apa kabar mu hari ini…?
Sudahkah kamu memeluk dirimu hari ini….? :)
Kamu pasti bertanya kenapa aku bertanya seperti itu…? Iya kan…?
jawabnya, karena terakhir kita bertemu, aku melihat sekoper beban dipundakmu, dan entah kemana perginya kebawelanmu, senyummu, yang tidak hilang hanya selera makanmu :)) satu hal dari banyak hal yang aku suka darimu. Aku suka melihat orang makan, apalagi lahap, apalagi kalau yang dimakan masakanku…waaahhh rasanya itu… seperti…..hmmm…seperti apa yaa…seperti orang yang nahan buang air kecil dan tidak juga mendapat toilet semalam suntuk, kemudian menemukan toilet kosong tanpa harus antri…..tidak ada kebahagiaan sebesar itu kan…:))

Kembali ke pertanyaanku tadi ya …
itu bukan kamu sekali sist …kamu adalah seorang yang bawel dan sepertinya dunia mengakui itu :p seperti juga dunia mengakui kalau aku cerewet seperti katamu, selalu ada yang diceritakan, selalu ada bahan candaan, kemarin tidak. Dan aku tidak tahu apa yang sedang ada dalam pikiranmu. Sementara aku ingin bertanya tapi tidak enak hati. Aku lebih memilih menunggu kamu bercerita seperti biasanya. Tapi ternyata cerita juga tidak keluar. Kita pulang tanpa cerita, hanya perut yang terisi penuh.:)

Sist….
jalannya berat dan berliku ya….? 
maaf aku tidak bisa melakukan apa-apa untukmu seperti selama ini kamu selalu ada untuk aku, aku hanya bisa jadi pendengar dan sesekali memberi semangat dan saran, dan tentu saja mendoakan, karena memang untul hal ini aku tidak bisa melakukan apa-apa. Tapi sudah sejauh ini sist, dan kamu masih bertahan, meski masih jauh dari harapan, tapi setidaknya ada pergerakan tidak diam ditempat, aku kagum akan keteguhanmu, ketangguhanmu bertahan, juga segala usahanya, percayalah segala niat yang baik pasti akan dimudahkan dan pada akhirnya semua akan teratasi.

Sist…
Ini belum apa-apa, apa yang kalian tuju itu bukan tujuan, hanya perhentian, dan tantangan setelah itu pasti akan jauh…jauh lebih hebat lagi…badai yang lain sudah menunggu didepan sana, karena hidup adalah tentang berjalan dan menari diatas badai yang satu ke badai yang lain, dan disela-sela badai itu ada pelangi…pelangi kebahagiaan. Dan percayalah, pengorbanan dan perjuangan yang kalian lakukan saat ini, airmata, keletihan …semua itu adalah ilmu yang kalian kuasai untuk kelak bisa digunakan lagi menghadapi badai yang berikutnya. 

Sist….
Jangan bersedih…kita adalah kaum yang ditakdirkan untuk tertawa, bungkus segala kesedihan itu, buang jauh-jauh ke laut. “Airmata” hanya untuk mereka yang tidak lagi bisa berusaha sist, demikian kata sebuah novel yang kubaca…naahh…kan…membaca itu banyak gunanya sist…bahkan kita bisa mendapatkan kekuatan yang entah darimana datangnya, hanya dari membaca… maka membacalah…:)
yaa…sekali-sekali menangis tidak apa-apa, karena itu hak prerogatif kita sebagai perempuan :)), tapi jangan kemudian membuat kita larut dan terus menerus menangis, karena airmata juga hanya akan mengaburkan pandangan kita, membuat kita tidak bisa melihat peluang-peluang lain.  

Sist….
terakhir…., aku tulus berdoa untuk kebahagiaanmu. Kebahagiaan kalian. Semoga segera sampai ke “base camp” pertama ya…terus semangat pasti tidak lama lagi, dan tantangan yang satu itu pasti juga akan “lewat” nyatanya yang sekarang sudah seperti jalan tol kan bebas hambatan. Dan kupastikan aku akan berada disana untuk jadi saksi buah dari kegigihan kalian, untuk jadi saksi buah dari perjuangan kalian, untuk jadi saksi bahwa semua hanya tentang niat yang kuat, doa yang tidak putus dan perjuangan yang tidak mengenal menyerah.  Caiyooooo……..




Big hug…

Monday, August 27, 2012

Secarik email untukmu



to : FM
cc : YDW

Haii…
aku tidak akan menanyakan kabarmu. Karena aku sudah tahu. Burung membawa kabar itu. Beberapa meragukan. Mereka sudah tidak tahu lagi beda antara benar atau bohong. Itu sebuah output dari sebuah ketidakkonsistenan bicara. Sesuatu yang manusiawi sih sebenarnya. Everybody does. Aku juga bagian dari everbody :) artinya aku juga pernah tidak konsisten. Tetapi ketika itu terus dilakukan, fatal akibatnya. Tidak ada lagi kepercayaan meski itu suatu kebenaran. Tapi jangan khwatir kamu tidak sendiri, banyak yang begitu kok :). Cuma kamu akan rugi sendiri saja, suatu saat ketika kamu membutuhkan kata “kepercayaan” yang sudah kamu rendahkan itu, kamu harus jungkir balik untuk mengembalikannya, karena kepercayaan itu seperti noda getah sekali ternoda sangat sulit untuk membersihkannya.

Oya…kita sahabat kan…? Harusnya sih begitu :)
dan sabagai sahabat, sudah berapa lama ya kita bersahabat? Ahh itu tidak penting. Sebagai sahabat kamu orang yang baik sebenarnya, murah hati, lucu cenderung konyol, easy going, heboh dan talentamu bermain gitar….wuiiihhhh….setiap genjrengan yang begitu mantap mentransformasikan energi untuk bernyanyi, petikan gitarmu whew…dan lengkingan suaramu yang khas ketika menyanyi nada tinggi…ckckck…aku bahkan pernah menangis ketika engkau menyanyikan lagu ini :

Di matamu masih tersimpan selaksa peristiwa
Benturan dan hempasan terpahat di keningmu
Kau nampak tua dan lelah, keringat mengucur deras
namun kau tetap tabah hm...
Meski nafasmu kadang tersengal
memikul beban yang makin sarat
kau tetap bertahan
Engkau telah mengerti hitam dan merah jalan ini
Keriput tulang pipimu gambaran perjuangan
Bahumu yang dulu kekar, legam terbakar matahari
kini kurus dan terbungkuk hm...
Namun semangat tak pernah pudar
meski langkahmu kadang gemetar
kau tetap setia
aaahh…..

Teman……, memang comfort zone itu memabukkan. Kamu saat ini berada disitu dengan segala kelengkapannya yang membuatmu tentu saja berpikir, kenapa harus susah-susah “melegamkan bahu”. Tapi semua kelengkapan yang membuatmu nyaman itu tidak abadi…karena kelengkapan itu manusia yang mengadakannya dan manusia itu mempunyai limit. Akan tiba saatnya ketika manusia sudah mencapai limit itu, maka pelan tapi pasti hilanglah sudah kelengkapan itu. Jika itu sudah hilang, apa yang akan terjadi denganmu yang sudah terbiasa dengan segala kelengkapan itu? Sementara itu apa yang kamu jalani sekarang hanyalah untuk sebuah status social. 

Teman...., seorang penyair bersyair merdu tapi juga sangat keras...
Kerja adalah cinta yang mengejawantah
Dan jika kau tiada sanggup bekerja dengan cinta : hanya dengan enggan
Maka lebih baik kau meninggalkannya
Lalu mengambil tempat di depan gapura candi
Meminta sedekah dari mereka
Yang bekerja dengan penuh suka cita
Engkau pasti tahu apa arti bekerja dengan cinta kan? Hampir sama dengan ketika engkau mau melakukan apa saja untuk orang yang kamu cintai. Tidak peduli tantangan, hambatan, apapun yang ada didepan ia akan fight untuk melakukan yang terbaik. Kamu juga tahu kan… tidak semua lelaki adalah “laki-laki” seperti juga tidak semua wanita adalah “perempuan”, kita semua adalah lelaki dan wanita yang belajar untuk jadi “laki-laki” dan “perempuan” termasuk aku,  dan tahukah kamu salah satu ciri “laki-laki” adalah  ketika “keringat mengucur deras” karena ia bekerja keras, ketika “bahunya menjadi legam” terbakar “matahari kehidupan”. Semuanya memang pilihan teman, mau nyaman sekarang sengsara kemudian atau bersusah dulu nyaman...kemudian semua ditangan kita. Mau bekerja dengan cinta dan perjuangan kita diukir dikulit kita yang keriput kelak, dan dilukis “dilegamnya bahu kita”  atau mengambil tempat yang nyaman didepan gapura candi...itu yang akan membedakan kita lelaki atau "laki-laki" dan wanita atau "perempuan". 

Apapun pilihan mu tidak merubah persahabatan kita. Hanya saja jika kamu ingin nyaman menjalani “cinta yang mengejawantah” yang sekarang kita tekuni, keluarlah dari kotak nyamanmu itu. Kami semua menunggumu  di ujung jalan, bergegaslah karena kami tidak bisa menunggu lama, bukan kami tidak setia kawan tetapi jika kami terus menunggumu yang tidak bergerak kita akan hancur bersama, tapi kalau kami terus berjalan, setidaknya kami masih bisa “mencari kendaraan” untuk menjemputmu jika kamu sudah tersadar dan terlalu payah untuk mengejar.


Engkau…..
kuharap kami tidak perlu “mencari kendaraan” kelak untuk menjemputmu



Salam komando





Sunday, August 26, 2012

Dear kamu...


:: Y A P

Hai kawan..apa kabarmu…?
Semalam entah mengapa, ketika aku menunggu kantuk yang tidak datang-datang, aku teringat dirimu. Semalam memang bukan malam yang biasa, sepertinya kalau diberi judul, semalam adalah malam persahabatan. Pikiranku terisi oleh para musafir, sahabat-sahabat yang datang dan pergi, berawal dengan kamu. Persahabatan kita memang tidak lama, hanya 3 bulan kurang lebih, tetapi begitu membekas, Batak murtad, begitu aku memanggilmu, dan kau hanya tertawa jika kupanggil demikian, mungkin menyadari, karena dengan marga dibelakang namamu tetapi logat bicara yang sangat njawani, karena lahir dan besar di semarang, orang sama sekali tidak mengira bahwa engkau seorang perangin-angin.

Engkau yang pada awalnya sangat jaim cenderung angkuh, (apakah demikian ya setiap orang pada perkenalan pertama?) setelah beberapa hari mulai mencair, dan keluar karakter aslinya. Darimu dan beberapa teman juga dia, aku kemudian mengambil pelajaran jangan terburu-buru menilai seseorang dari perkenalan pertama, dan sedapat mungkin beri kesan yang baik pada perkenalan pertama, karena kita tidak pernah tahu apakah akan ada yang kedua dst. 

Dari sekian banyak teman, entah kenapa kita bisa dekat, apa karena kita sama-sama perantau dari Jawa? Atau karakter kita yang sama…selalu menyelipkan candaan, humor dalam setiap kesempatan, bahkan jarang bisa serius? Masa 3 bulan, yang terekam dalam ingatan adalah masa-masa kita pesta durian, kita duduk bersama yang lain membicarakan tentang hidup..iman…, kita masak bersama, bebakaran, road to south, basah kuyup oleh air terjun bedegung,  kebiasaan buang gas mu yang gak sopan tapi selalu membuat kita ngakak bersama, makan siomay dan lesehan di GOR bersama, sampai mencari sepatu untukmu hingga toko hampir tutup dan kita berpacu dijalanan mengejar jam malam kostku, pengalaman yang sangat seru dan kenangan terakhir kita menangis bersama di acara perpisahanmu.

Tiga bulan mungkin waktu yang singkat untuk ukuran persahabatan, tapi disini kita bicara kualitas, tiga bulan kita belajar bersama bahwa persahabatan adalah tentang menerima satu sama lain apa adanya bukan ada apanya. Persahabatan adalah bukan hanya mendukung, menolong, membantu, mengasihi, menyayangi, tapi juga tentang "mencubit", "menjewer" kalau perlu "memukul". Seorang sahabat tidak akan pernah membiarkan sahabatnya berjalan kearah jurang, ia pasti akan memberitahu dengan cara apapun bahkan dengan kekerasan, agar sahabatnya tidak terjatuh ke jurang. Maaf ya kalau ditengah-tengah 3 bulan itu ada jeweranku yang sakit, semua karena aku sudah menganggap dirimu sebagai sahabat bahkan adik lelaki, aku tidak ingin dirimu berubah karena lingkungan memaksamu demikian, aku ingin dirimu tetap jadi dirimu sendiri seperti sewaktu pertama kali engkau datang. Dan sepertinya engkau menerima jeweran itu dengan legowo, dan memperbaiki diri, meski pada awalnya kita saling berdebat panjang.

Dan, entah bagaimana kabarmu sekarang, semoga baik-baik saja, doaku untuk kesuksesanmu dan rencanamu  untuk mempersunting gadismu segera bisa terwujud. Tapi doamu untukku seperti yang kau sampaikan saat itu sepertinya masih harus menunggu waktuNya, heii…aku ingat prasangkamu waktu itu, aku bukan yang seperti itu, aku hanya mendengar kata hati. Aku tidak ingin menambah daftar panjang mereka yang harus terlelap dengan sosok yang tidak pernah ada dalam mimpi-mimpinya, aku juga tidak ingin menambah daftar panjang mereka yang hidup bersama orang yang tidak pernah memimpikan mereka, meski kata sebagian orang sejatinya pernikahan adalah tentang membuat komitmen dan memegangnya seumur hidup sebagai kehormatan dan harga dirinya, sementara cinta hanyalah tipuan hormon….tapi siapa yang berani menjamin, tanpa cinta orang memegang komitmen [komitmen yang dibuatnya dan diikrarkan dihadapan Tuhan dan disaksikan banyak orang] sampai kesudahan...? Sementara dengan modal cinta pun ada yang mampu menghancurkan komitmen yang sudah dibuat....dan kenyataan berbicara... tidak ada yang bisa menjamin…kalau sudah begini, harus bagaimana kawan? aaah....kini akhirnya yaa surrender saja ..pasrah dan berserah...DIA yang menciptakan kita sangat mengenal siapa kita, dan DIA pasti tahu siapa orang yang tepat untuk menjadi penolong kita...aku hanya mengikuti rumus seorang kawan, jika segalanya dipermudah...itulah jalannya...ikuti saja.

Dear kamu….,pesanku padamu jika saatnya tiba, komitmen itu adalah kehormatan, ketika engkau sudah membuatnya, pegang itu diatas segalanya, itu kehormatanmu, jangan sekali-kali mencoba menghancurkannya, karena itu sama saja dengan menghancurkan kehormatanmu, harga dirimu,  itu saja good luck yaa...thanks for being my best friend...I'm blessed that we've crossed path somewhere in the past


warm regards                                               

Saturday, August 25, 2012

Cerita secangkir cappuccinno pagi ini





Aku, secangkir cappuccino yang diseduh pagi ini, dengan ditambah satu sendok teh gula pasir, sepertinya pembuat aku ini orang yang menyukai manis, karena seharusnya aku adalah coffe mix instant yang tinggal seduh bisa langsung dinikmati tanpa harus ditambah gula. 
Diaduknya aku perlahan pada sepertinya itu cangkir favoritnya, dia selalu menggunakan cangkir itu. Dan dibawanya ke meja kerjanya. Ia kemudian duduk dan memegang badan cangkirnya, sepertinya itu ritualnya sebelum minum. Sendok demi sendok cairanku masuk ke tubuhnya pada sendok kelima ia berhenti dan termenung menatap jauh keluar jendela. Sepertinya aku selalu berhasil menghadirkan seseorang dalam pikirannya. Lama ia termenung, kemudian suara temannya membangunkannya dari lamunannya. Ia pun menyingkirkan aku ke sudut meja :( dan ia sibuk mencari sesuatu di lemari file nya.


Beberapa menit kemudian, ia kembali mengambil cangkirnya yang berisi aku didalamnya, dia membuka kotak makanannya dan mengambil sepotong chocolate cookies, dicelupkannya kedalam cangkir kemudian dimakannya, ia terlihat begitu menikmati sekali, dalam diam dia mengambil dua lagi cookies dan melakukan hal yang sama, entah apa yang sedang dipikirkannya sepertinya masih sosok yang sama dengan yang tadi, sementara teman-temannya yang lain asyik mengobrol seru tentang apa yang mereka sebut-sebut perebutan kursi Jakarta 1. 

Dia kemudian menyingkirkan aku lagi, begitu memang kebiasaannya, dia tidak pernah menghabiskan aku sekaligus, selalu disisakannya setengah cangkir untuk diminumnya lagi sesudah makan siang. Seperti seseorang yang baru saja tiba dari dunia lain, ia kemudian memperhatikan pembicaraan teman-temannya. Dan mulai terlibat dalam perbincangan itu. Ia berkata, dalam dunia ini, kepastian akan kalimat -tak ada yang abadi itu- sangat mudah dijumpai di dunia politik yang kata orang kotor itu. Pada putaran pertama mereka bersaing memperebutkan kursi, pada putaran kedua mereka berkoalisi dan berjanji memberikan suara pada calon yang mampu memberikan apa yang mereka minta, entah posisi atau sejumlah tertentu materi. Yang terpenting kemudian adalah kepentingan kelompok mereka dan amannya posisi mereka bukan lagi untuk rakyat yang telah memilih mereka. Sama sekali tidak ada tanggung jawab moral pada rakyat yang telah memilih. Dalam proses ini biasanya para calon yang berambisi akan banyak menghabiskan materi, maka tidak heran ketika mereka sudah jadi, mereka akan sibuk mengembalikan apa yang sudah dikorbankan itu, dan mulai melupakan janji-janji kampanyenya. Itulah realita pemilihan pemimpin di negeri ini meski tidak semua begitu, tapi sebagian besar seperti itu demikian katanya.

Aku secangkir cappuccino, tidak mengerti apa yang mereka bicarakan, aku hanya cairan coklat yang sering dibuat oleh beberapa orang untuk mengusir kantuknya, untuk menikmati harumnya aromaku, untuk menjadi teman mereka makan cookies, dan satu lagi untuk penikmat aku yang satu ini, aku seringkali membantunya menghadirkan sosok yang sepertinya begitu berarti dalam hidupnya. Yaa…itulah aku…secangkir cappuccino…sesederhana itu hadirku. 

Friday, August 24, 2012

Kepada kamu....

:: XXX di belantara tanah Jawa

Hidup memang sangat pribadi
hidupmu milikmu
Demikian juga dengan hidupku
Juga hidup mereka

Aku pernah berkata beberapa laki-laki tidak pernah cukup dengan kata satu
Tapi kamu mematahkannya
Ada juga perempuan yang tidak cukup dengan kata satu
Dengan berbagai alasan dibaliknya

Hidupmu memang milikmu
Dan aku hanya mampu terdiam
Membaca pesanmu tentang alasannya
Kamu menjatuhkan harga dirimu sendiri, bahkan kehormatanmu sebagai seorang perempuan

Tapi sekali lagi itu hidupmu
Hidup yang berisi aneka pilihan
Dan kamu memilih jalan yang itu
Aku hanya bisa mengingatkan dan semua kembali ke kamu

Ketika kemudian cerita tidak berhenti
Aku hanya bisa menarik nafas dalam-dalam
Aku tidak pernah bisa mengerti cinta
bisakah ada dua cinta dalam satu hati?

Atau sebenarnya hanya ada satu cinta?
Sisanya adalah -"memanfaatkan" yang dibungkus dengan kata cinta- atau “cinta” yang dipaksakan keadaan...?
ini cerita keberapa lagi…?
Harus berapa lagi hati terluka…?

Aku tahu itu hidupmu…milikmu
tapi jadilah perempuan sejati…
perempuan sejati tidak pernah menyakiti hati kaumnya…
tidak juga memanfaatkan cinta lelaki untuk mengambil keuntungan

aku tidak percaya karma, karena Tuhan itu baik...
tapi, apa yang kamu tabur itu yang akan kamu tuai
jika kamu menebar racun, tahu kan apa yang akan kamu tuai..?
bukankah kamu pernah merasakan perihnya luka?
Jadilah perempuan sejati, yang cukup dengan kata satu.



Thursday, August 23, 2012

seperti.....


Aku suka caramu datang tiba-tiba dalam pikiranku
Seperti tiga kali fajar kemarin ketika aku membuka jendela dan melihat bintang terang yang pernah dtunjukkan seorang teman kepadaku, ia tersenyum genit dan seolah menyapa selamat pagi...dan akupun segera berucap padamu dalam hati...selamat pagi....entah untuk yang ke berapa kali..... 

Aku suka caramu datang tiba-tiba dalam ingatanku.
Seperti pagi itu, ketika sepiring nasi goreng yang tidak pernah bisa kuhabiskan sendiri seolah berbisik padaku bahwa ia ingin sekali suatu saat kita habiskan berdua

Aku suka caramu datang tiba-tiba dalam ingatanku
Seperti waktu itu ketika jam dinding kantor menunjuk arah barat laut, dan secangkir cappuccino yang baru saja kuseduh berbuih seolah bertanya padaku kapan lagi aku akan menyuguhkannya padamu

Aku suka caramu  datang tiba-tiba dalam pikiranku
Seperti siang ini, dalam semangkuk pindang ayam yang datang satu jam setelah dipesan….pikiranku bertanya sudahkan kamu makan?

Aku suka caramu datang tiba-tiba dalam pikiranku
Seperti seminggu yang lalu ketika sebuah radio memutar lagu top request hari itu, dan ceritamu pun hadir dalam pikiranku…slide demi slide…sesuatu yang kadang membuatku tersenyum… bahagia kurasa dan tetap bertahan meski sakit dan melelahkan…entah apa itu namanya…

Aku suka caramu datang tiba-tiba dalam pikiranku
Seperti beberapa kali senja yang kunikmati sendiri yang menuliskan pesannya kepadaku dalam larik-larik semburat merah saga  yang terbaca olehku untuk sesekali mengajakmu menikmati magisnya senja untuk membawamu pada suatu rasa yang aku tidak tahu apa namanya, suatu rasa ketika aku merasa begitu kecil…begitu tak berdaya… ditengah megahnya alam semesta yang jika dihayati mampu membuat bulir-bulir bening menitik dari kelopak mata

Aku suka caramu datang tiba-tiba dalam pikiranku
Seperti entah berapa kali malam yang sunyi, ketika hanya putaran kipas angin yang terdengar, mengalunkan irama kesabaran dalam suaramu dalam memoriku kemudian siluet perfect shouldermu di putihnya dinding kamar perlahan mengabur dan aku tenggelam dalam keabadian tidur





Wednesday, August 22, 2012

pada suatu sore (sebuah cerpen)

Photo by Alitograph dari Jogja Fans Page
 
Segelas besar jahe susu mengepul dengan cairan susu kental yang belum teraduk sempurna mengendap dibagian bawah disajikan oleh sebuah tangan berkulit sawo matang dengan urat-urat yang bertonjolan dalam balutan kerut-kerut kulitnya tapi terlihat sangat kokoh, tangan yang langsung bercerita banyak tentang perjuangan si empunya menghidupi hidupnya yang  tidak mudah tanpa dia bercerita secara langsung. Pak To namanya

”monggo nak…jahe susu nipun…”
“injih pak, matur nuwun”.

Kulihat senyum Pak To yang mentransformasikan kehangatan ke kedua mataku terus menelusup kesekujur  tubuh, sejenak menghangatkan tubuhku dari dingin yang begitu mengigit. Ia pun kembali sibuk dengan tungku arangnya. Kuraih gelas itu dan sesekali kupegang badan gelasnya untuk mencari kehangatan sambil kuhirup aroma jahe susu yang sangat khas. Hujan sore tadi benar-benar membekukan udara. Jalanan sangat lengang, orang-orang mungkin lebih memilih tinggal dirumah menyeduh secangkir kopi atau hot chocolate dari dispenser sebagai teman sepotong cheese cake atau sepotong brownies kukus sambil browsing internet atau sekedar menonton televisi.  Atau mungkin dibelahan bumi lain, orang-orang lebih memilih menjerang air di tungku kayu nya sambil menghangatkan badan untuk membuat teh poci dan membakar ketela atau menggoreng ubi sambil membicarakan perkembangan sawah mereka.

“tumben sepi pak?” aku mencoba membuka percakapan dengan Pak To
“injih nak, habis hujan, dan masih terlalu sore, sebentar lagi biasanya mereka berdatangan.”

Aku terdiam kembali menikmati kehangatan jahe susu dan tenggelam dalam kenangan saat itu, kita pernah disini Rhe...,  hujan menahan kita disini sehabis menjemputmu di stasiun, kamu yang merengek-rengek minta singgah di angkringan karena kangen ceker bakar. kita berlari-lari kecil menembus gerimis kamu menolak jaket yang kupayungkan ke kepalamu ketika kulihat anak-anak rambutmu sudah basah oleh derasnya gerimis.

“sudah lama aku tidak hujan-hujanan.. nan.” Begitu katamu waktu itu.  
“tapi alergi dinginmu pasti nanti akan kambuh.” Aku bersikeras memayunginya dengan jaket
“kan ada kamu, itu gunanya kekasih kan..hahaha.” dia tertawa riang

“saking tindak pundi mas…?” tiba-tiba Pak To membangunkanku dari lamunanku
“saking pakuncen pak.” Jawabku singkat
Pak To pun mengerutkan dahinya dan bertanya, “dari melayat?”
“tidak pak, ziarah…?” jawabku singkat lagi
“oh, orang tua…?” tanyanya lagi…
aku terdiam lama, “…kekasih saya pak.” Jawabku berat sambil menghisap dalam-dalam rokok terakhir yang tersisa.
“Maaf nak…bapak tidak bermaksud ……” Pak To menggantung kalimatnya
"tidak apa-apa pak." Pak To pun terdiam seolah tidak ingin menggangguku

Aku kembali terdiam kembali dan tenggelam dalam lamunanku.
Rhe…mengapa pertanyaan itu selalu terasa berat untuk dijawab, menjawab itu seperti aku harus mengakui bahwa kamu sudah tidak ada disampingku lagi, sementara rasanya kamu tidak pernah pergi dariku. Ini tahun ketiga Rhe…tahun ketiga sejak engkau tersenyum abadi dalam pelukanku. Dan kenangan akan engkau tidak pernah berhasil kukemasi, selalu berloncatan keluar satu demi satu, berjajar meminta untuk selalu dibaca. Disini Rhe, dikursi ini terakhir aku melihatmu tertawa melihatku mukaku yang sudah seperti kepiting rebus karena salah mengambil nasi dan memakan sambal yang sangat pedas. Engkau kemudian menyuapiku sendok demi sendok teh hangatmu untuk mengurangi rasa pedas dilidah.

“kopi kalih pak…!” kata seorang pria yang baru saja masuk bersama temannya.
“injih nak…” sahut Pak To dan dengan cekatan menyiapkan pesanan kedua orang tersebut.

Perlahan berdatanganlah pelanggan angkringan ini, aku pun semakin terdesak bergeser ke arah sudut meja. Angkringan ini memang tidak pernah sepi. Kehangatan makanan dan minuman bersenyawa dengan kehangatan dan keramahan pak To, pemilik angkringan ini. Kalau sedang beruntung, bahkan pengunjung akan mendapat bonus cerita heroik pak To menghidupi keluarganya. Cara Pak To bercerita sangat bijaksana, mengajari tanpa berkesan menggurui.  Rhea adalah pengagum Pak To, setiap kesini ia selalu mengajak bercerita Pak To.

“kok keliatan pucat pak?” Tanya seorang pengunjung pada Pak To
“ah masak tho nak? Bapak baik-baik saja, mungkin hanya kecapekan, tadi seharian melayat di tetangga.”
“iya lho pak, kalau capek istirahat pak, tutup saja.” Sahut pengunjung yang lain
“iya nak, sebentar lagi anak bapak yang sulung akan menggantikan bapak, dia masih harus mengerjakan tugas sekolahnya.”
“wah anak bapak hebat, sekolah sambil membantu bapaknya mencari uang.”
“kemauannya sendiri nak, saya sudah larang dia, saya mau dia belajar saja, tapi dia bersikeras ingin membantu bapaknya.”

Itulah Pak To, selalu ramah meladeni pertanyaan-pertanyaan pengunjung setianya.  Pak To yang kamu kagumi Rhe, Pak To yang bercerita tentang almarhum istrinya kepada kita, ketika terakhir kalinya kita makan disana.  Masih ingat kan Rhe, dengan berlinang airmata, Pak To menceritakan nasihat terakhir istrinya menjelang ajalnya kepada putri mereka,

...kita perempuan nduk..dan selamanya akan tetap menjadi perempuan...dan ketika hidup menuntut kita untuk menjadi lebih tangguh dengan segala kenyataannya yang berbicara tanpa nurani...kita harus siap...titik tanpa tapi. sebab kita lahir di bumi ini karena ketangguhan seorang perempuan dengan bertaruh nyawa."

Waktu itu kamu langsung berurai airmata, dan dalam perjalanan pulang bertekad untuk tidak cengeng lagi, kamu bertekad untuk jadi perempuan tangguh seperti istri pak To. Sebuah tekad yang benar-benar engkau wujudkan disaat-saat terakhirmu, aku melihatmu begitu tangguh melawan sakit di kepalamu sampai detik-detik terakhirmu, bahkan kamu meninggalkan senyum terindahmu untuk kami kenang dalam keabadian.

“Pak Toooo……” kudengar seorang pengunjung berteriak sesaat kemudian warung Angkringan itu menjadi gaduh. Pak To tergeletak di kursinya dan langsung mendapat pertolongan dari pengunjung. Seseorang bergegas mendekat sambil berkata : “beri saya jalan, saya dokter.”
dokter itupun segera melihat kondisi pak To, memegang nadinya dan memeriksa matanya. Kemudian ia menggelengkan kepalanya.

Aku terduduk lemas di kursiku…..Selamat Jalan Pak….titip salam buat Rhea…….

*ketika segelas jahe susu menari-nari dipelupuk mata bersama sesosok bayangan dan kopi hitamnya

Tuesday, August 21, 2012

Kotamu pagi ini

Kotamu pagi ini,
    Matahari baru saja beberapa menit menyembulkan wajah bulatnya, begitu bundar, jingga, seperti senja, ketika saya  menyusuri jalan utama kota ini menuju arah matahari. Di pagi hari dan di petang hari matahari sangat bersahabat dengan mata, mata saya bisa menikmati merah jingganya utuh tanpa harus merasa silau dan menyakiti mata...aah…semuanya yang terjadi dalam hidup kita sebenarnya hanya tentang cara kita melihatnya, bahkan sesuatu yang menyakiti dan membuat kita tidak nyaman, sebenarnya bisa kita nikmati keindahannya, asal kita tahu caranya.  
     Pagi ini, jalanan di kotamu sangat lengang, saya benar-benar menikmati perjalanan singkat menuju pasar kecil di tengah kotamu. Sebuah pasar yang sepertinya milik etnis tertentu, hampir semua dengan ciri-ciri fisik sama dan bahasa diantara mereka yang terdengar asing di telinga saya. Matahari pagi terlihat sangat indah dari atas jembatan layang, udara pagi yang masih bebas dari polusi terasa segar sekali. Kotamu sebenarnya kota yang ramah, hanya penduduk kota ini membuatnya tidak bersahabat dengan prilaku berkendaraannya. Diantaranya lampu merah terlihat hijau didetik-detik terakhir menyala, atau lampu hijau yang sudah berganti merah di menit-menit pertama terlihat masih hijau, apakah mereka menderita buta warna ketika berada di traffic light ya….? Belum lagi ketidaksabaran pengemudi yang terkadang justru semakin menambah kemacetan. Kesabaran benar-benar barang langka seperti juga senyum dan keramahan bahkan di rumah sakit, seorang perawat yang harusnya merawat dengan kasih dan keramahan justru jadi salah satu alasan pasien ingin segera pulang. Hari gini teman...ketika pelayanan yang baik menjadi salah satu syarat sebuah perusahaan atau layanan publik mendapat sertifikat ISO dan banyak perusahaan berusaha mendapatkannya, disini mereka justru bunuh diri dengan beratnya sekedar menarik dua sudut bibir atau menyapa selamat pagi, siang dan malam.

    Tapi bagaimanapun keadaannya, kenyataannya disinilah saya berada, saya menghirup udara kota ini, mandi dan minum dari air kota ini, makan dari hasil bumi kota ini. Kota ini telah menghidupi saya. Manjing Ajur Ajer, itu nasihat seorang teman kepada saya. Berusaha meleburlah dengan keadaan seburuk apapun itu, mengaumlah dikandang singa dan mengembiklah di kandang kambing demikian nasihat seorang kakak kepada saya, tapi jangan sampai kehilangan jati diri karena dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung. Saya berusaha mencintai kota ini, setidaknya saya sudah bisa bersahabat dengan kota ini. Kotamu

Monday, August 20, 2012

Lihat sgalanya lebih dekat..............


Barry yang tengil
Pagi tadi, meski ketinggalan beberapa menit, saya menonton Bee Movie sampai habis. Meski sangat khayil (terlalu absurd) tapi kalimat-kalimat kocak yang dilontarkan Barry lumayan menghibur, animasinya juga saya suka (tapi Finding Nemo masih tetep film animasi terbaik yang pernah saya tonton) seekor lebah yang aslinya menakutkan jadi terlihat imut dan manis, apalagi sepertinya sang animator tahu tentang dunia fashion, sehingga para lebah itu terlihat fashionable, fashionable yang pas tidak terlihat too much seperti animasi iklan pewangi pakaian di TV itu. Saya sampai gemes sekali dengan si Barry, dengan sweaternya yang pas dibadan, terlihat seperti seekor lebah yang kasual…:))

Bee Movie sebuah film yang bercerita tentang kehidupan koloni lebah, adalah si Barry seekor lebah yang ingin hidup melawan kodratnya (diceritakan kodrat hidup lebah adalah mengerjakan pekerjaan yang sama selama hidupnya) dia pun pergi meninggalkan kehidupan di sarang lebah, disinilah petualangannya berawal, dia nyaris celaka dan ditolong oleh Vanessa (manusia) gadis penjual bunga. Dari perkenalannya dengan manusia itulah (dia sudah melanggar aturan tidak boleh berbicara dengan manusia)  dia mengetahui bahwa manusia selama ini telah mengambil madu yang dihasilkan oleh lebah dengan jerih payah. Barry pun mengajukan tuntutan hukum terhadap manusia (ceritanya memang absurd sekali) dan singkat cerita Barry memenangkan tuntutan tersebut. Sehingga manusia harus mengembalikan semua lebah yang sudah diambil ke sarang lebah. Akibatnya persediaan madu di sarang lebah melimpah, mereka pun mulai berhenti bekerja. Disinilah masalah terjadi. Ketika lebah berhenti bekerja, terganggulah keseimbangan ekosistem…terutama dengan tidak bekerjanya lebah yang bertugas membantu proses penyerbukan bunga. Akibatnya tumbuhan pun mati, tidak ada bunga tentu saja juga buah. Cerita berakhir dengan adegan heroic Barry dan Vanessa mengadakan penyerbukan pada bunga terakhir yang masih tersisa.

Secara keseluruhan filmnya yang sangat menghibur dengan kekocakan kalimat-kalimatnya yang menyindir manusia. Satu hal yang saya ambil hikmahnya, Tuhan sudah sedemikian rupa mengatur alam ini dengan sangat luar biasa. Mungkin memang terlihat seperti eksploitasi, ketika lebah yang bekerja keras, manusia dan beruang yang lebih banyak menikmati hasil madunya. Tetapi ternyata tidak, ketika diceritakan manusia tidak lagi mengambil lebah, justru menjadi masalah, lebah tidak lagi bekerja, alam pun terganggu keseimbangannya. Saya pun merasakan hal yang sama, libur 3 hari, saya sudah kehabisan ide mau mengerjakan apa, semua sudah saya kerjakan, akibatnya saya hanya tidur, makan.. tanpa berbuat sesuatu yang justru membuat  tubuh saya menjadi tidak nyaman. Menganggur itu sangat tidak enak. Tuhan memang demikian luar biasa, telah mengatur sedemikian rupa semua yang diciptakannya, manusia saja seringkali yang merusaknya. Saya jadi ingat lagu Sherina waktu kecil, lihat segalanya lebih dekat dan kau akan mengerti. Melihat segala sesuatunya lebih dekat akan membuat kita lebih kenal kemudian mengerti apa yang kita lihat, apa yang terjadi dan kita akan bisa menilai lebih bijaksana.




Sunday, August 19, 2012

menuju satu titik


Menulis dengan target itu ternyata tidak mudah, ini hari ketujuh dari rencana 30 hari menulis di blog, dan saya sudah macet ide :p
biasanya banyak hal bisa menginspirasi saya, tetapi hari ini, semakin saya memikirkan saya mau menulis apa, semakin macet pikiran saya. saya tidak tahu apa penyebabnya.
Jadi mumpung momentnya pas, maafkan saya kalau tulisan saya berikut ini tidak jelas intinya :p
-------------------------------

Hari ini, hari penuh maaf se Indonesia, kata maaf bertaburan di handphone, social media, di rumah-rumah. Mengapa se Indonesia, tidak sedunia? Karena sepertinya tradisi ini hanya ada di Indonesia. Seorang kawan yang tinggal di Arab Saudi yang notabene sebagai Negara Islam, bahkan tidak mendengar gema takbir di malam takbiran, diapun terheran-heran. Apapun itu, setidaknya ini adalah budaya yang baik, meminta dan memberi maaf, sayangnya hanya terjadi diawal-awal bulan Syawal, setelahnya ya….tetep seperti sebuah lagu…It’s hard to say I’m sorry. Saya tidak bermaksud menulis tentang maaf sih, karena saya pernah menuliskannya sebelumnya, saya hanya ingin menggambarkan istimewanya hari ini.

Kewajiban untuk mengucapkan  ucapan selamat hari raya pun sudah saya tunaikan sejak semalam, setelah saya menerima sms dari bunda saya. sms yang awalnya bercerita tentang masak-masak masakan lebaran, dan berujung di (ultimatum saya rasa bukan lagi nasihat/saran)  kalimat menyuruh saya pulang setelah habis kontrak. Sepertinya peristiwa saya sakit kemarin menjadi pemicunya, saya hanya bisa membalas untuk menenangkan beliau… iya, jika saya dapat pekerjaan yang baru, saya akan resign. Masalahnya mencari pekerjaan baru tidaklah semudah membalikkan telapak tangan bukan…? Kalau sudah begini, rasanya mensyukuri pekerjaan yang sekarang ini meski sudah sangat tidak nyaman adalah suatu keharusan. Dan…benar kan….? Kalau kita mau menghitungnya, banyak sekali alasan untuk mengucap syukur atas apa yang terjadi dalam hidup kita ini. Okay…saya juga tidak ingin menulis tentang mengucap syukur.

Saya hanya ingat kata-kata Dee di novel Perahu Kertasnya, semua yang terjadi di hidup ini hanya perputaran.
Kita selalu menuju satu titik dengan diri kita sendiri, hanya saja terkadang kita mesti melalui berbagai jalan, termasuk menjadi bukan diri kita sendiri.
Kalau memang pada akhirnya takdir berbicara… saya pulang ke Jogja, saya belum tahu, apa maksud Tuhan, membiarkan saya mengambil jalan berbelok sehingga membuat saya sampai di kota ini.
Saya belum tahu apa maksud Tuhan, menempatkan saya di kota ini, kemudian mengembalikan saya ke kota kelahiran saya.
Apakah ini caraNya menolong saya berdamai dengan kenyataan hidup yang waktu itu terasa getir sekali..?
Apakah ini caraNya menempa saya untuk lebih kuat lagi, hidup sendiri di tempat yang asing?
Apakah ini caraNya untuk mengajar saya belajar lagi tentang hidup dan dinamikanya…?
Lalu kehadiran dia dalam hidup saya dengan cara yang tidak biasa, apa maksudNya?
Sekedar cameo kah?
Padahal demi apapun di bumi ini saya ingin dialah pemeran utamanya…
Apakah ini jalan berputar itu? Jalan yang dimaksud oleh Dee…? Duh Gusti….Engkau berhutang jawaban pada saya, saya benar-benar ingin tahu apa maksud semua ini….?
Saya tidak tahu…. Saya tidak tahu apa maksud Tuhan, semuanya masih samar….
Saya belum sampai di titik itu.
Saya belum tahu apa yang akan terjadi di penghujung akhir tahun ini.
Segala kemungkinan, perubahan masih sangat mungkin terjadi.
Saya hanya yakin dan percaya seperti yang saya pernah bilang padanya, bahwa rencana Nya pastilah yang terbaik.

---------------------------------------------------
akhirnya saya berhasil menyelesaikan juga tulisan ini, meski mungkin sedikit ga jelas mau nulis apa.
saya menulisnya setelah saya melihat lampu itu menyala, meski tanpa tegur sapa dan saya tidak tahu kenapa...tapi saya sudah cukup senang, saya merasa seperti ditunggui...saya seperti ada temannya...saya merasa nyaman. dan taraaaa.....selesailah tulisan ini. :)

Saturday, August 18, 2012

Perahu Kertasku


Dear Neptunus,
Boleh kan aku ikut menulis surat untukmu, meski aku bukan agen Neptunus. Karena aku tidak yakin mempunyai radar seperti milik Kugy dan Keenan.
Aku ingin menulis surat untukmu, karena aku tidak tahu harus bercerita pada siapa...
burung-burung di pagi hari terlalu sibuk bernyanyi mengucap syukur untuk hari baru...
langit biru siang hari lebih memilih menjamu dan menemani matahari  berlayar di biru halamannya...
malam telah bosan dengan keluhan mata yang terjaga hingga dinihari menemani sibuknya pikiran bekerja...
bahkan bantal pun sudah lelah mendengar cerita airmata tentang gelombang yang tidak pernah jera menghampiri pantai, meski pantai tidak pernah menginginkannya.

Neptunus, ini surat pertamaku padamu, sepertinya engkau teman (begitu kalau aku boleh menyebutmu) yang mempunyai  telinga seperti gajah yang tidak akan tumpah menampung sebuah cerita biasa tentang pelayaran sebuah perahu kertas, ya perahu kertas seperti milik Kugy, perahu kertasku, perahu kertas sederhana yang mencari nakhodanya, sebuah perahu yang rapuh…sangat rapuh, terombang-ambing kesana kemari oleh arus yang sebenarnya tidak begitu deras…sebuah perahu yang hanya berusaha untuk tidak kuyup oleh basahnya kecipak air-air yang bermuara dikerajaanmu, sebuah perahu yang sekuat tenaga berusaha tidak terbalik oleh deru angin dari delapan penjuru mata angin, sebuah perahu yang terseok-seok sesekali menabrak bebatuan…oleng…dan Angin Timur membantunya tegak kembali.

Neptunus, cerita sudah dimulai dari utara, jauh…jauh sebelum aku mengenal engkau melalui Kugy dan Keenan,( oya…aku suka sekali nama Keenan, entah kenapa….) dan sepertinya akan terlalu melelahkan kalau harus mengais-ngais lagi cerita-cerita tersebut dari tumpukan kenangan, bukan aku tidak mau bercerita tentang itu semua, aku hanya ingin bercerita tentang pelayaran perahu kertasku di ujung-ujung hari ini, tetapi aku janji, aku akan menyematkannya sesekali nanti sambil bercerita tentang pelayaran perahu kertasku.

Neptunus, beberapa waktu yang lalu aku menerima pemberian sebuah buku, sebuah kumpulan cerpen lebih tepatnya, yang memuat tulisan dari seorang penyair idolaku,  aku menerimanya ketika aku tergolek tak berdaya karena kelemahan tubuhku, aku bahkan baru bisa membukanya keesokan harinya, kata-kata yang tertulis dihalaman pertama menjadi alasanku untuk melawan sakitku dan bertekad untuk sembuh. Halaman pertama itu juga yang menjadi halaman yang memuat tulisan terbaik diantara 11 cerita pendek didalamnya , meski mungkin sang pemberi tidak pernah menyadari arti dari pemberiannya. Seperti ia juga tidak pernah mempercayai bahwa ada sebuah perahu kertas yang tidak hanya menginginkan ia menjadi nakhodanya, tapi perahu itu membutuhkannya, ya membutuhkannya lebih dari apapun.
Kondisi  perahu yang sudah demikian compang camping pun tidak bisa membuktikan apapun.  Seseorang berkata, kalau engkau kuat, engkau harus berlayar lagi untuk membuktikan itu, compang camping perahumu tidak cukup untuk membuktikannya. Ahh…Neptunus…aku bahkan sanggup untuk berlayar lagi, meski perahu ini sudah demikian payah…aku sanggup dan mau.

Tapi Neptunus, sepertinya bukan itu penyebabnya, penyebabnya adalah seperti pantai yang selalu mengirimkan kembali ombak ke laut, demikian juga ia…ia tidak pernah menginginkan perahuku, ia tidak ingin menjadi nakhodaku, dan engkau tahu Neptunus….? Lubuk hatiku yang paling dalam merasakan, ia melihat perahu yang lain, aku tidak tahu perahu yang mana, entah masih perahu yang lama atau perahu yang lain, sepertinya perahu yang lain….ya ada perahu yang lain.  Dulu…aku pernah bilang, aku rela jika ia menemukan perahu lain, asal dia bahagia berlayar, asal aku bisa melihatnya tersenyum karena aku tidak sanggup melihat gurat-gurat kesedihan pada sinar matanya, tapi kini…..ahh….Neptunus…aku benci mengatakannya… aku benci mengatakannya… kalau aku sungguh tidak rela. Tapi apa yang bisa aku lakukan, sebuah perahu tidak bisa memilih nakhoda yang diinginkannya, Nakhodalah yang bisa memilih sebuah perahu dan beruntunglah perahu yang mendapatkan nakhoda yang diinginkannya. Lalu bagaimana dengan perahu yang tidak bisa memilih nakhodanya….? Aku takut sekali Neptunus, aku takut mendapatkan Nakhoda yang tidak aku mau, aku takut aku akan menenggelamkan kami….

Neptunus, katakan saja apa yang harus aku lakukan. Memikirkan itu sungguh membuatku kehilangan separuh aku. Kini perahuku terombang-ambing dipermainkan angin, tanpa tahu harus melaju kemana. Aku takut tenggelam. Aku takut perahuku terhempas di rawa-rawa tanpa bisa bergerak. Aku takut perahuku ditemukan nakhoda lain karena aku tidak mau menenggelamkan kami, jika pun memang harus tenggelam aku ingin tenggelam sendiri aku tidak ingin mencelakakan orang lain.  Katakan Neptunus…katakan, apa yang harus aku lakukan.

Neptunus, ini tentang dia, kalau memang akhirnya Semesta membuat cerita lain untuknya, cerita bahagia pelayarannya dengan perahu yang baru, ajari aku keikhlasan sang daun yang gugur. Aku titipkan dia padamu, ajari dia berlayar dengan baik di aliran-aliran sungai kehidupan menuju kerajaanmu. Ajari dia hakikat gelombang dan badai disepanjang sungai kehidupan, seperti selama ini engkau telah mengajari mereka para nakhoda-nakhoda handal, aku hanya pernah sedikit berbagi dengannya tentang hakikat gelombang dan badai itu,  aku ingin dia memahami bahwa Semesta tidak akan pernah membiarkannya hancur oleh badai, aku ingin dia memahaminya untuk bisa tetap tegak berdiri seusai badai reda, aku ingin dia menjadi nakhoda yang tangguh, aku tahu dia bisa. Sangat bisa.

Neptunus, buat dia tersenyum dalam pelayarannya ya... kirimkan camar-camarmu untuk berceloteh tentang -elegi pasir hitam yang ingin menjadi peri kecil- untuk menghiburnya ketika ia sedang suntuk,  kirimkan rona merah saga senja dan cahaya jingga untuk menghapus letihnya, kirimkan lumba-lumbamu untuk menari menghiburnya ketika ia sedang bersedih, bimbing ia menemukan mutiara-mutiara kehidupan yang tersembunyi dalam setiap tiram dalam perjalanannya. Neptunus, engkau tahu jumlah butir pasir dibibir pantai kerajaanmu? Tak terhitung jemari pula doaku untuknya dalam setiap pelayaranku sejak membuka mata hingga menutup kembali.

Neptunus, jagai dia untukku. Karena kata sayang bahkan tidak bisa mewakili rasa ini.