Ahaaa…apa kabar Anda hari ini…?
Saya sudah jarang sekali melihat Anda tersenyum belakangan ini. Anda semakin tambun dan terlihat lusuh dan tua. Hari-hari belakangan ini tidak berpihak kepada Anda ya sepertinya. Apapun yang Anda lakukan rasanya jatuhnya selalu salah dimata “rakyat”. Kenapa “rakyat” saya tanda kutip? Karena “rakyat” disini tidak mewakili seluruh warga Negara, “rakyat” disini hanyalah mereka yang beroposisi dengan Anda, mereka yang peduli akan kondisi negaranya dan ingin ada perbaikan, dan mereka yang memang kegemarannya hanya mencela dan ini tidak ada hubungannya dengan kinerja Anda. Sementara rakyat yang lain mungkin lebih memilih memikirkan bagaimana mendapatkan uang untuk makan hari ini, bagaimana mencari uang untuk membeli susu anak-anaknya , bagaimana mencari uang untuk menyekolahkan anak-anaknya yang …..gosshhhh…..semakin mencekik, daripada memikirkan presidennya.
Saya sudah jarang sekali melihat Anda tersenyum belakangan ini. Anda semakin tambun dan terlihat lusuh dan tua. Hari-hari belakangan ini tidak berpihak kepada Anda ya sepertinya. Apapun yang Anda lakukan rasanya jatuhnya selalu salah dimata “rakyat”. Kenapa “rakyat” saya tanda kutip? Karena “rakyat” disini tidak mewakili seluruh warga Negara, “rakyat” disini hanyalah mereka yang beroposisi dengan Anda, mereka yang peduli akan kondisi negaranya dan ingin ada perbaikan, dan mereka yang memang kegemarannya hanya mencela dan ini tidak ada hubungannya dengan kinerja Anda. Sementara rakyat yang lain mungkin lebih memilih memikirkan bagaimana mendapatkan uang untuk makan hari ini, bagaimana mencari uang untuk membeli susu anak-anaknya , bagaimana mencari uang untuk menyekolahkan anak-anaknya yang …..gosshhhh…..semakin mencekik, daripada memikirkan presidennya.
Atau sebagian rakyat yang lain lebih memilih terjun ke pelosok-pelosok untuk mencerdaskan anak-anak (Indonesia Mengajar), membentuk komunitas yang menampung mereka yang muda untuk dipersiapkan menerima tongkat estafet kepemimpinan (Indonesian Future Leaders), membangun komunitas yang berisi mereka yang peduli pada anak-anak dan pertumbuhannya (Indonesia Bercerita), mereka yang lebih memilih tindakan nyata membaktikan dirinya pada negeri daripada sekedar pusing memikirkan carut marut negerinya apalagi presidennya. Atau sebagian lagi yang malah sibuk saling bantai, saling bunuh, dan beberapa yang benar-benar tidak peduli…apakah negara ini ada, bahkan beberapa menganggap negara ini berjalan tanpa presiden, inilah kenyataan negeri ini Jendral…inilah rakyatmu.
Saya tidak tahu saya masuk bagian yang mana Jendral…., kadang saya benar-benar apatis, lebih cenderung ke putus asa, mau dibawa kemana bangsa ini. Tapi ingin melakukan sesuatu pun tidak tahu apa yang harus dilakukan, kadang saya ikut gemes dengan apa yang terjadi pada pemerintahan Anda, mau marah tapi dulu saya juga memilih Anda berarti saya punya peran dalam carut marut ini. Mau protes dan ikut teriak rasanya percuma hanya menghabiskan energi. Tapi kadang saya juga membela Anda Jendral….saya tahu duduk di kursi presiden itu tidak mudah, apalagi dengan system yang sudah seperti itu, rasa-rasanya siapapun orangnya yang duduk disana sama saja jika sistemnya tidak diperbaiki, terkadang Anda memang terlihat sebagai orang yang benar ditempat yang salah. Kadang terpikir ide gila untuk membabat satu generasi birokrasi di negeri ini…pensiun dini semua, ganti dengan yang baru yang qualified, yang bersih yang benar-benar melalui Fit and Proper Test. Tapi sepertinya tidak mungkin kan? Akhirnya ya sudah…gimana lagi…mau tidak mau…ya inilah kenyataan... Anda adalah presiden kami.
Sampai kemudian saya membaca berita di internet, Anda menegur anak-anak yang tertidur sewaktu Anda berpidato. Rasanya kepala saya keluar tanduknya, saya misuh-misuh sendiri..beraninya kok sama anak-anak…sementara didepan “Dewan Yang Terhormat” itu??? Jendral…Anda kan punya dua anak…punya cucu…Anda harusnya tahu anak-anak itu seperti apa? Anda berpidato pada anak-anak, tetapi isi pidato Anda untuk orang tua, ya bagaimana mereka tidak mengantuk, bagaimana mereka tidak bicara sendiri? Belum lagi cara penyampaian pidato Anda tidak ada menarik-menariknya di telinga anak-anak. Sementara kondisi anak-abak sudah payah, saya berani bertaruh, mereka pasti sudah harus siap sejak pagi, mereka pasti harus mengikuti latihan dan gladi bersih hari sebelumnya, jelas mereka capek. Dalam kondisi seperti itu mereka harus mendengarkan pidato yang mereka tidak mengerti. Harusnya tidak perlu keluar kalimat teguran tersebut kan Jendral….!
Jenderal….
Masih ada beberapa waktu lagi untuk memperbaiki nama Anda, masih ada beberapa waktu lagi untuk menunjukkan bahwa Anda memang seorang jendral, masih ada beberapa waktu lagi untuk berbuat sesuatu…mengukir sejarah untuk kami kenang, masih ada waktu Jendral….jangan kalah dengan Anies Baswedan dan Indonesia Mengajarnya, jangan kalah dengan Moh Iman Usman dan Indonesian Future Leaders-nya terlebih jangan kalah dengan mereka yang hanya memanfaatkan Anda untuk kepentingan mereka sendiri. Selamat berjuang Jendral….! Rakyat menunggu kiprahmu.
Rakyatmu
No comments:
Post a Comment