Saturday, August 25, 2012

Cerita secangkir cappuccinno pagi ini





Aku, secangkir cappuccino yang diseduh pagi ini, dengan ditambah satu sendok teh gula pasir, sepertinya pembuat aku ini orang yang menyukai manis, karena seharusnya aku adalah coffe mix instant yang tinggal seduh bisa langsung dinikmati tanpa harus ditambah gula. 
Diaduknya aku perlahan pada sepertinya itu cangkir favoritnya, dia selalu menggunakan cangkir itu. Dan dibawanya ke meja kerjanya. Ia kemudian duduk dan memegang badan cangkirnya, sepertinya itu ritualnya sebelum minum. Sendok demi sendok cairanku masuk ke tubuhnya pada sendok kelima ia berhenti dan termenung menatap jauh keluar jendela. Sepertinya aku selalu berhasil menghadirkan seseorang dalam pikirannya. Lama ia termenung, kemudian suara temannya membangunkannya dari lamunannya. Ia pun menyingkirkan aku ke sudut meja :( dan ia sibuk mencari sesuatu di lemari file nya.


Beberapa menit kemudian, ia kembali mengambil cangkirnya yang berisi aku didalamnya, dia membuka kotak makanannya dan mengambil sepotong chocolate cookies, dicelupkannya kedalam cangkir kemudian dimakannya, ia terlihat begitu menikmati sekali, dalam diam dia mengambil dua lagi cookies dan melakukan hal yang sama, entah apa yang sedang dipikirkannya sepertinya masih sosok yang sama dengan yang tadi, sementara teman-temannya yang lain asyik mengobrol seru tentang apa yang mereka sebut-sebut perebutan kursi Jakarta 1. 

Dia kemudian menyingkirkan aku lagi, begitu memang kebiasaannya, dia tidak pernah menghabiskan aku sekaligus, selalu disisakannya setengah cangkir untuk diminumnya lagi sesudah makan siang. Seperti seseorang yang baru saja tiba dari dunia lain, ia kemudian memperhatikan pembicaraan teman-temannya. Dan mulai terlibat dalam perbincangan itu. Ia berkata, dalam dunia ini, kepastian akan kalimat -tak ada yang abadi itu- sangat mudah dijumpai di dunia politik yang kata orang kotor itu. Pada putaran pertama mereka bersaing memperebutkan kursi, pada putaran kedua mereka berkoalisi dan berjanji memberikan suara pada calon yang mampu memberikan apa yang mereka minta, entah posisi atau sejumlah tertentu materi. Yang terpenting kemudian adalah kepentingan kelompok mereka dan amannya posisi mereka bukan lagi untuk rakyat yang telah memilih mereka. Sama sekali tidak ada tanggung jawab moral pada rakyat yang telah memilih. Dalam proses ini biasanya para calon yang berambisi akan banyak menghabiskan materi, maka tidak heran ketika mereka sudah jadi, mereka akan sibuk mengembalikan apa yang sudah dikorbankan itu, dan mulai melupakan janji-janji kampanyenya. Itulah realita pemilihan pemimpin di negeri ini meski tidak semua begitu, tapi sebagian besar seperti itu demikian katanya.

Aku secangkir cappuccino, tidak mengerti apa yang mereka bicarakan, aku hanya cairan coklat yang sering dibuat oleh beberapa orang untuk mengusir kantuknya, untuk menikmati harumnya aromaku, untuk menjadi teman mereka makan cookies, dan satu lagi untuk penikmat aku yang satu ini, aku seringkali membantunya menghadirkan sosok yang sepertinya begitu berarti dalam hidupnya. Yaa…itulah aku…secangkir cappuccino…sesederhana itu hadirku. 

No comments: