Duka menyelimuti sepasang doa, setelah sebentuk jingga yang akrab disapa cinta, Jumat, 31 February dua ribu banyak, meninggal dunia di persimpangan jalan setelah melewati jalan terjal yang berliku, karena takdir. Jenazahnya disemayamkan di palung hati terdalam dari sepasang doa tersebut, Menurut rencana, jenazah akan dikemasi dan dimasukkan dalam botol untuk buang ke laut kenangan satu minggu kemudian.
Jingga dilahirkan dari sebuah pepatah jawa “tresno jalaran soko lungo ping limo”, kemudian dibesarkan oleh pepatah jawa juga “tresno jalaran soko telephone sedino ping limo”. Ia menempuh pendidikan di sekolah yang mengajarkan pepatah jawa juga, “tresno jalaran soko sms sedino luwih seko ping limo” dan menjadi lulusan terbaik pada waktu itu, karena prestasinya itulah ia berhasil menyatukan dua doa yang berbeda dalam bilangan waktu yang tidak singkat.
Jingga adalah sosok yang berhasil menyatukan dua doa yang berbeda kutub. Kutub hitam dan kutub putih. Jika ada dua beda bisa berjalan bersama itu adalah karena kehebatan jingga. Tidak jarang dua doa yang berbeda itu harus bersitegang dan jingga lah yang selalu menjadi penengahnya. Jingga juga yang membuat dua doa bisa bertahan dalam bilangan tahun menghadapi badai yang terus menerpa. Hingga akhir hidupnya jingga adalah sosok yang membuat kedua doa itu selalu memegang komitmen mereka -tidak ada ruang untuk doa yang lain-.
Sepanjang usianya, Jingga didera berbagai macam penyakit kronis yang mematikan, berbagai macam virus dari luar menggerogoti tubuhnya, perlahan namun pasti kekebalan tubuhnya terus menurun, berbagai macam usaha dilakukan oleh sepasang doa untuk mengobati, tetapi takdir berkata lain. Jingga akhirnya menyerah. Ia harus menghentikan perjuangannya. Selamat jalan Jingga. Rest in Peace
No comments:
Post a Comment