Kemarin
Pagi, masih sangat pagi, matahari baru saja “say hello” dengan senyum
hangatnya, burung-burung riang cemuwit menyambutnya, beberapa orang sudah sibuk
beraktivitas, Televisi pun menyiarkan aneka berita sampai gossip selebritas,
saya baru saja selesai dengan aktivitas kecil di dapur membuat nasi goreng
kemudian duduk di ruang tengah. Seorang teman menerima telephone, tanpa
bermaksud mendengarkan tetapi terdengar kalimat : “aku sudah biasa kok selalu
jadi orang kedua dalam hidupnya.” Sejenak kemudian dia masuk kamar dan
meninggalkan sarapannya, untuk beberapa waktu, kemudian kembali lagi sehabis
mandi dengan mata sembab karena menangis.
Saya hanya terdiam, dia pun belum berniat untuk cerita. Sampai semalam
dia akhirnya baru bercerita.
Saya tidak
akan membahas apa masalah dan cerita teman saya tersebut. Saya hanya ingin
menuliskan tentang perempuan dan menangis. Mengapa Perempuan dan menangis
berkawan baik, tidak seperti laki-laki. Mengapa begitu mudah untuk seorang
perempuan menjatuhkan air matanya baik ketika sedih maupun bahagia. Saya tidak
tahu mengapa. Konon katanya kelenjar air mata memang khusus diciptakan Tuhan pada
perempuan. Memang pada saat-saat tertentu airmata adalah senjata bagi kami
perempuan menguraikan kesedihan, kepahitan, kegalauan, kegelisahan,
kejengkelan, kemarahan, …..hanya dengan menangis, segala yang ruwet didalam
hati seperti terurai paling tidak berkurang keruwetannya, meski masalah belum
selesai sama sekali, belum ada jalan keluar sama sekali, tetapi setelah
menangis biasanya beban menjadi berkurang dan kemudian bisa melihat segala
sesuatu dengan jelas dan pada porsinya untuk kemudian mengambil sikap atau mencari
solusi.
Meski tidak
semuanya sih bisa terurai dengan menangis, pada saya contohnya, menangis
ternyata tidak cukup untuk membuat saya menerima kenyataan pahit dari sebuah
cerita… rumah sakit menjadi alat untuk menyadarkan saya, saya harus realistis
dengan apa yang terjadi dengan hidup saya, saya tidak boleh hidup dalam bayang-bayang
keinginan yang tidak juga bisa terwujud.
Saya harus realistis dengan apa yang ada didepan mata saya, boleh saja berharap
keajaiban (saya pun masih berharap keajaiban itu), tapi hidup harus berjalan
sebagaimana mestinya, saya tidak boleh terus hidup dalam kotak sempit berawan
kelabu yang saya ciptakan sendiri, Tuhan menciptakan kotak yang lebih besar dengan
warna warninya yang indah untuk saya bisa loncat-loncat didalamnya J, memang ada saat menangis, tapi ada saatnya
kita harus mengakhirinya, memberi kesempatan kelenjar airmata kita memproduksi
lagi airmata untuk kepahitan berikutnya yang pasti akan ada lagi. Perempuan dikaruniai kekuatan lebih setelah airmata menetes oleh Yang Maha Kuasa, entah bagaimana prosesnya dan darimana kekuatan itu, tetapi setelah proses itu, biasanya para perempuan bisa kembali tegak berdiri untuk menghadapi segala kepahitan hidup. Setelah masa keterpurukan kemarin, saya pun bisa kembali tegak berdiri untuk kembali melanjutkan hidup saya, mimpi dan harapan itu masih ada, masih saya genggam entah sampai kapan, tidak ada yang berubah....yang berubah hanya cara saya menggenggamnya, kini saya menggenggamnya dengan senyum bukan dengan airmata. Saya sekarang menggunakan cara saya sendiri, saya tidak ingin larut dalam kesedihan dan kepahitan, saya ingin berharap dengan cara yang benar. Saya harus bisa menjadi terang, dan menjadi terang hanya bisa dilakukan dengan menghapus airmata.
Tetes-tetes
yang pernah mengalir memang banyak menyimpan cerita tentang pahit getir hidup, tentang
kebahagiaan, semuanya sungguh membantu kami meringankan beban kami….
Kami
perempuan…ya...kami menangis….
Tapi kami
selalu tahu…kami meneteskannya untuk suatu penghargaan…
Kami meneteskannya
untuk sesuatu yang layak kami tangisi….
Kami memang menangis....
Tapi kami selalu bisa tertawa kemudian....
Karena ada saat menangis....
Ada saat tertawa....
Segala sesuatu ada waktunya.....
No comments:
Post a Comment