Jika HIDUP ibarat buku, harapan adalah halaman berikutnya,
Jangan berhenti membaca
M. Aan Mansyur | @huruf kecil
entah sudah berapa kali saya membacanya, pagi ini saya membacanya lagi karena ketika saya membuka akun "halaman muka" saya, scrooling saya berhenti pada status penyair favorit saya yang saya share di timeline saya kemarin. kalau kemarin saya hanya ingin berbagi, agar orang lain yang membaca ikut terberkati, pagi ini saya benar-benar "membaca"nya...pakai hati dan pikiran yang tumben-tumben sejalan, mereka adalah kedua "makhluk" (kalau saya boleh menyebutnya demikian) yang jarang sekali bisa sejalan. biarkan saja.
dear @huruf kecil,
terima kasih [lagi] untuk quotenya, saya tidak akan berhenti membaca....!!! catat ya....:)
pagi beranjak pergi memberi kesempatan siang mengganti
dan masih kamu.....yang tidak juga beranjak pergi dari hati dan pikiran saya [untuk persoalan yang satu ini sedari awal mereka sejalan]
aaahh,...saya kangen sekali...teramat sangat.....:'(
siang benar-benar bertahta, terlihat bijaksana dari sini karena dengan arif mengatur awan-awan sesekali menutupi matahari yang pada jam segini sedang cinta-cintanya pada bumi.
dan saya menuliskan beberapa penggal kalimat yang terlintas dikepala, untuk dijadikan sebuah cerita, yang entah untuk apa saya tulis, terkadang berharap untuk bisa dibaca dan membuat orang lain terberkati, selebihnya hanya karena saya merasa menulis adalah media yang paling pas untuk saya mengeluarkan isi hati saya daripada bercerita pada orang lain.
dan ini beberapa penggal kalimat itu
"...kita perempuan nduk..dan selamanya akan tetap menjadi perempuan...dan ketika hidup menuntut kita untuk menjadi lebih tangguh dengan segala kenyataannya yang berbicara tanpa nurani...kita harus siap...titik tanpa tapi. sebab kita lahir di bumi ini karena ketangguhan seorang perempuan dengan bertaruh nyawa."Hari ini, hari lahir Chairil Anwar...penyair itu...
aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari, berlari, hingga hilang pedih peri
- aku -
ahh...puisi ini pun mengingatkan aku padamu...yang sedang berlari, berlari hingga lelah membungkus luka....luka yang sama kini menganga padaku...tapi aku tidak ingin berlari, karena aku tidak pernah kuat berlari....sejak dulu....berlari hanya semakin memperparah lukaku dan menambah sakit...aku memilih diam di tempat dan mencoba berkawan dengan luka hingga kami bisa berteman baik, hingga luka bukan lagi pedih tapi hanya sebuah gurat-gurat yang bercerita bahwa aku pernah rapuh.
seorang yang menyebut dirinya Sebut saja namanya Disa menulis puisi pendek tentang Tuhan di blognya.
Aku tahu mengapa Kau jadi Tuhan:
Kau selalu tahu aku butuh pelukan dan tetap Kau kabulkan
padahal aku baru saja mabuk-mabukan.
Terima kasih, Tuhan,
semoga Kau suka puisi
sebuah puisi dari kacamata pendosa yang masih dianugerahi berkat, tentang Tuhan, memang Tuhan bisa dilihat dari berbagai kacamata. dan aku ingin menuliskan sebuah puisi juga tentang Tuhan...dari kacamataku siang ini...dan beberapa malam kemarin...ya siang ini dan beberapa malam kemarin saja, karena pasti kacamataku tentang Tuhan akan berbeda ketika aku bertemu senja, atau pagi atau senyum kanak-kanak....dan banyak hal sederhana lain. puisiku pasti akan sama dengan seorang yang suka mabuk-mabukan itu yang masih dikabulkan doanya. Ini puisiku
Aku tidak tahu mengapa Kau jadi Tuhan
doaku tiap malam tidak Engkau kabulkan
doanya, dulu, sewaktu ia masih berdoa, juga tidak Engkau kabulkan
aaah..sudahlah Tuhan....
aku tahu apa jawabanMu......
semoga Engkau tidak suka puisi.....
aaah..sudahlah Tuhan....
aku tahu apa jawabanMu......
semoga Engkau tidak suka puisi.....
petasan kembang api terlihat meriah dari balik kaca jendela, cara merayakan (entah apa yang mereka rayakan) dengan membakar uang yang seharusnya masih bisa digunakan untuk yang lebih bermanfaat, sedekah misalnya, mungkin sih terdengar klise dan sok dermawan, tapi saya sama sekali tidak melihat manfaat dari menyalakan petasan kembang api, demi kesenangan? kebahagiaan? ah andai mereka tahu betapa jauh lebih membahagiakan andai uang itu diberikan pada mereka yang membutuhkannya untuk sekedar makan malam ini. atau kalau tidak mau dibilang sok dermawan, membeli buku saya rasa lebih bermanfaat, saya bayangkan jika setiap petasan yang dinyalakan itu dibelikan buku....ahhh pasti anak-anak Indonesia akan jadi luar biasa. mimpi kali yeee......
sementara ada yang berkelindan didalam perut saya ingin memberontak keluar, ohhh....please jangan mulai yaaa....sudah cukup sesak ini jangan ditambah lagi dengan perut yang rewel....saya tidak akan kuat....
malam ini saya menyadari satu hal, melupakan tanpa rasa benci itu hampir mustahil dilakukan....ya hampir... dan hanya keajaiban yang mampu melakukan sisa dari yang hampir mustahil itu....dan ini tentang melupakanmu...ketika tidak ada yang salah pada dirimu, ketika tidak ada sebab yang bisa kujadikan alasan untuk membencimu....melupakanmu adalah hal yang mustahil bagiku....entah aku bisa atau tidak...ketika rasanya dalam setiap helaan nafasku ada bayangmu....
Selamat malam Tuhan,
ini letih dan pedih begitu mendidih....
ketika malam meninggi....
beri sedikit saja penawar Tuhan,,....sedikit sajaa....
karena saya ingin tertidur....dengan lelap...malam ini....
malam ini saya menyadari satu hal, melupakan tanpa rasa benci itu hampir mustahil dilakukan....ya hampir... dan hanya keajaiban yang mampu melakukan sisa dari yang hampir mustahil itu....dan ini tentang melupakanmu...ketika tidak ada yang salah pada dirimu, ketika tidak ada sebab yang bisa kujadikan alasan untuk membencimu....melupakanmu adalah hal yang mustahil bagiku....entah aku bisa atau tidak...ketika rasanya dalam setiap helaan nafasku ada bayangmu....
Selamat malam Tuhan,
ini letih dan pedih begitu mendidih....
ketika malam meninggi....
beri sedikit saja penawar Tuhan,,....sedikit sajaa....
karena saya ingin tertidur....dengan lelap...malam ini....
No comments:
Post a Comment