saya menyukai apa yang orang lain tulis tentang apa yang terjadi
dalam hidupnya, hal sedetail apapun, seperti sebuah prosa yang hidup, bagi saya
itu adalah novel terbaik, pelajaran tentang kehidupan. setelah ritual pagi,
saya biasanya membaca "koran kehidupan" itu...ada beberapa yang sudah
seperti "headline" yang wajib baca bagi saya akhir-akhir ini.
diantaranya sebuah beranda milik seseorang yang dengan seizinnya saya
menyebutnya sahabat. seorang yang saya kenal baik jauh sebelum saya mengenalnya
secara langsung. saya mengenalnya sebagai sebuah bintang yang sinarnya terang,
menyinari sebuah dunia kecil. meski saat itu saya belum pernah melihat sinarnya
secara langsung, tetapi dengan melihat biasnya di dunia kecil itu saya percaya
bahwa memang bintang itu sinarnya terang.sayang... dunia kecil itu tidak bisa
menghargai anugerah sinar terang itu.
sampai suatu saat bintang itu jatuh di beranda, sampai saat
ini saya pun tidak mengerti kenapa IA menjatuhkannya di beranda saya. bintang
yang benar-benar kehilangan sinarnya, redup seredup-redupnya, bahkan
sinarnya kalah dengan sinar kunang-kunang. Dari redupnya itu terlihat
kepedihan, kekecewaan, yang terakumulasi menjadi awan hitam. Melihatnya seketika
ada rasa nyeri tak bernama yang langsung menelusup tepat di dada saya.
Entahlah, saya memang mudah iba, mudah ber empati terhadap orang lain, tapi
rasa nyeri seperti itu mungkin baru sekali ini saya alami.
Setelah perkenalan secara langsung dimana ia mempercayakan
cerita-ceritanya, saya berjanji pada diri saya sendiri kalau saya akan ada
untuknya, menguatkannya, menolongnya
bangkit. Saya tidak tahu apakah saat itu saya menjadi satu-satunya orang yang
ia datangi untuk berbagi ceritanya, tapi yang jelas saya tak peduli, saya hanya
ingin ia tidak kehilangan semangat. Itu saja. tapi apalah daya saya, saya sudah
melakukan apa yang saya bisa, tetapi kenyataan memang berbicara lain. Saya
tidak bisa mengembalikan mimpi nya, harapannya. Yang terjadi benar-benar
membawanya ke titik terendah hidupnya…menurutnya. Ini pertama kalinya saya
melihat jatuhnya seorang laki-laki sedemikian terpuruk. Selama masa-masa sulit itu saya berusaha
menjadi teman terbaiknya meski tidak jarang saya justru ikut terpuruk ke dalam
lorong-lorong yang diciptakan olehnya. Lorong-lorong sunyi dan gelap. Terang
yang saya bawa kalah oleh kegelapan dan kesunyian dalam lorong-lorong itu.
Beberapa kali sempat terbersit untuk menyerah, kemanusiaan
saya tidak sanggup, rasanya dinding yang harus saya runtuhkan itu terlalu
kokoh, kepedihan itu sudah terlalu mengakar, tetapi setiap kali berada di ambang kata
menyerah terucap, selalu saja IA datang mengingatkan, “masak kayak gitu saja ga
sanggup”, kali lainnya , seolah-olah IA berkata : Aku menitipkannya padamu…,
kali lainnya lagi : panggilan hidupmu adalah menjadi berarti bagi orang lain,
lalu apa artimu jika begitu saja menyerah…
Saya bukan tidak sanggup menjadi temannya pada masa-masa
sulitnya, saya hanya tidak sanggup menjadi saksi ia menghancurkan hidupnya
sendiri, rasanya sama seperti saya menyaksikan kehancuran saya sendiri.
Segala apa yang saya bisa, apa yang saya tahu sudah saya
ungkapkan padanya, untuk mengatakan padanya, menunjukkan padanya bahwa ia masih
tetap bintang yang punya banyak kebaikan yang berguna bagi banyak orang, masih
banyak dunia-dunia kecil yang membutuhkan sinar terangnya, tetapi ia benar-benar
terlalu sedih, terlalu kecewa. Ia hanya mau bersinar untuk satu dunia kecilnya.
Dan saya bukannya manusia tanpa emosi yang tidak merasakan marah, kesal, dan
sebangsanya ketika menghadapinya yang kadangkala bersikap di luar perkiraan.
Tapi setiap melihatnya, melihat wajah tirus, dengan mata sarat keletihan,
kemudian membaca tulisan-tulisannya tentang hal-hal berat yang ia rasakan
sendiri. Selalu ada ruang untuk memaklumi sikapnya tersebut.
Mungkin saya bukan satu-satunya orang yang ia hampiri
ketika sepi menemani detik-detik kosongnya. Mungkin saya bukan satu-satunya
orang yang peduli akan kesedihannya.
Mungkin saya bukan satu-satunya orang yang sedikit sabar mencoba menguatkannya.
Mungkin saya bukan satu-satunya orang yang selalu care terhadap apa yang dia
lakukan pada hidupnya. Mungkin juga saya
bukan satu-satunya orang yang mengingatkannya akan rencana indah Tuhan dibalik
penderitaanya. Tapi saya tidak akan berhenti untuk mengingatkannya akan hal
yang sama yang bahkan mungkin ia telah bosan mendengarnya dari saya. Dan saya
selalu meminta padaNya semoga Tuhan memberikan saya kepedulian, kesabaran yang
selalu bisa saya-recharge setiap kadarnya menipis, sampai ia benar-benar bisa
bersinar lagi.
Untukmu yang cahaya terangnya sedang meredup, ketahuilah IA
yang diatas sana tahu apa yang pernah engkau lakukan untuk menerangi dunia
kecilmu, apa yang telah engkau tanam dengan terus tekun dan pantang menyerah
membuat baik dunia kecil itu, semua itu menumpuk dalam keranjang “dharma” mu, meski
dunia kecilmu itu tidak bisa menghargai seperti yang engkau harapkan, tetapi IA
yang diatas sana menghargainya, ia menunggu waktu yang tepat untuk
mengembalikan kembali keranjang “dharma” yang telah menumpuk itu, Ia akan
memberikannya padamu sesuai waktuNya dan dengan caraNya, yang pasti itu yang
terbaik untukmu. Dan selama menunggu keranjang “dharma”mu itu dikembalikan padamu,
bangkitlah… kembalilah bersinar, lihatlah begitu banyak “dunia-dunia kecil”
dibumi ini yang menantikan cahaya terangmu, siramilah mereka dengan terangmu
dan sesungguhnya engkau sedang menciptakan “surga” yang dimaksud oleh
agama-agama itu. Aku menunggu mu kembali bersinar...
Jangan lama-lama ya :)
Can
you feel it? You're a twinkling star in the sky of the Beloved.
Shine, shine brightly. The heavens deserve your brilliance.
~Rumi
No comments:
Post a Comment