Saturday, April 7, 2012

~.untukmu yang cahayanya meredup.~


saya menyukai apa yang orang lain tulis tentang apa yang terjadi dalam hidupnya, hal sedetail apapun, seperti sebuah prosa yang hidup, bagi saya itu adalah novel terbaik, pelajaran tentang kehidupan. setelah ritual pagi, saya biasanya membaca "koran kehidupan" itu...ada beberapa yang sudah seperti "headline" yang wajib baca bagi saya akhir-akhir ini. diantaranya sebuah beranda milik seseorang yang dengan seizinnya saya menyebutnya sahabat. seorang yang saya kenal baik jauh sebelum saya mengenalnya secara langsung. saya mengenalnya sebagai sebuah bintang yang sinarnya terang, menyinari sebuah dunia kecil. meski saat itu saya belum pernah melihat sinarnya secara langsung, tetapi dengan melihat biasnya di dunia kecil itu saya percaya bahwa memang bintang itu sinarnya terang.sayang... dunia kecil itu tidak bisa menghargai anugerah sinar terang itu.

sampai suatu saat bintang itu jatuh di beranda, sampai saat ini saya pun tidak mengerti kenapa IA menjatuhkannya di beranda saya. bintang yang benar-benar kehilangan sinarnya, redup seredup-redupnya, bahkan sinarnya kalah dengan sinar kunang-kunang. Dari redupnya itu terlihat kepedihan, kekecewaan, yang terakumulasi menjadi awan hitam. Melihatnya seketika ada rasa nyeri tak bernama yang langsung menelusup tepat di dada saya. Entahlah, saya memang mudah iba, mudah ber empati terhadap orang lain, tapi rasa nyeri seperti itu mungkin baru sekali ini saya alami.

Setelah perkenalan secara langsung dimana ia mempercayakan cerita-ceritanya, saya berjanji pada diri saya sendiri kalau saya akan ada untuknya, menguatkannya,  menolongnya bangkit. Saya tidak tahu apakah saat itu saya menjadi satu-satunya orang yang ia datangi untuk berbagi ceritanya, tapi yang jelas saya tak peduli, saya hanya ingin ia tidak kehilangan semangat. Itu saja. tapi apalah daya saya, saya sudah melakukan apa yang saya bisa, tetapi kenyataan memang berbicara lain. Saya tidak bisa mengembalikan mimpi nya, harapannya. Yang terjadi benar-benar membawanya ke titik terendah hidupnya…menurutnya. Ini pertama kalinya saya melihat jatuhnya seorang laki-laki sedemikian terpuruk.  Selama masa-masa sulit itu saya berusaha menjadi teman terbaiknya meski tidak jarang saya justru ikut terpuruk ke dalam lorong-lorong yang diciptakan olehnya. Lorong-lorong sunyi dan gelap. Terang yang saya bawa kalah oleh kegelapan dan kesunyian dalam lorong-lorong itu.

Beberapa kali sempat terbersit untuk menyerah, kemanusiaan saya tidak sanggup, rasanya dinding yang harus saya runtuhkan itu terlalu kokoh, kepedihan itu sudah terlalu mengakar,  tetapi setiap kali berada di ambang kata menyerah terucap, selalu saja IA datang mengingatkan, “masak kayak gitu saja ga sanggup”, kali lainnya , seolah-olah IA berkata : Aku menitipkannya padamu…, kali lainnya lagi : panggilan hidupmu adalah menjadi berarti bagi orang lain, lalu apa artimu jika begitu saja menyerah…
Saya bukan tidak sanggup menjadi temannya pada masa-masa sulitnya, saya hanya tidak sanggup menjadi saksi ia menghancurkan hidupnya sendiri, rasanya sama seperti saya menyaksikan kehancuran saya sendiri.

Segala apa yang saya bisa, apa yang saya tahu sudah saya ungkapkan padanya, untuk mengatakan padanya, menunjukkan padanya bahwa ia masih tetap bintang yang punya banyak kebaikan yang berguna bagi banyak orang, masih banyak dunia-dunia kecil yang membutuhkan sinar terangnya, tetapi ia benar-benar terlalu sedih, terlalu kecewa. Ia hanya mau bersinar untuk satu dunia kecilnya. Dan saya bukannya manusia tanpa emosi yang tidak merasakan marah, kesal, dan sebangsanya ketika menghadapinya yang kadangkala bersikap di luar perkiraan. Tapi setiap melihatnya, melihat wajah tirus, dengan mata sarat keletihan, kemudian membaca tulisan-tulisannya tentang hal-hal berat yang ia rasakan sendiri. Selalu ada ruang untuk memaklumi sikapnya tersebut.

Mungkin saya bukan satu-satunya orang yang ia hampiri ketika sepi menemani detik-detik kosongnya. Mungkin saya bukan satu-satunya orang yang  peduli akan kesedihannya. Mungkin saya bukan satu-satunya orang yang sedikit sabar mencoba menguatkannya. Mungkin saya bukan satu-satunya orang yang selalu care terhadap apa yang dia lakukan pada hidupnya.  Mungkin juga saya bukan satu-satunya orang yang mengingatkannya akan rencana indah Tuhan dibalik penderitaanya. Tapi saya tidak akan berhenti untuk mengingatkannya akan hal yang sama yang bahkan mungkin ia telah bosan mendengarnya dari saya. Dan saya selalu meminta padaNya semoga Tuhan memberikan saya kepedulian, kesabaran yang selalu bisa saya-recharge setiap kadarnya menipis, sampai ia benar-benar bisa bersinar lagi.

Untukmu yang cahaya terangnya sedang meredup, ketahuilah IA yang diatas sana tahu apa yang pernah engkau lakukan untuk menerangi dunia kecilmu, apa yang telah engkau tanam dengan terus tekun dan pantang menyerah membuat baik dunia kecil itu, semua itu menumpuk dalam keranjang “dharma” mu, meski dunia kecilmu itu tidak bisa menghargai seperti yang engkau harapkan, tetapi IA yang diatas sana menghargainya, ia menunggu waktu yang tepat untuk mengembalikan kembali keranjang “dharma” yang telah menumpuk itu, Ia akan memberikannya padamu sesuai waktuNya dan dengan caraNya, yang pasti itu yang terbaik untukmu. Dan selama menunggu keranjang “dharma”mu itu dikembalikan padamu, bangkitlah… kembalilah bersinar, lihatlah begitu banyak “dunia-dunia kecil” dibumi ini yang menantikan cahaya terangmu, siramilah mereka dengan terangmu dan sesungguhnya engkau sedang menciptakan “surga” yang dimaksud oleh agama-agama itu. Aku menunggu mu kembali bersinar... Jangan lama-lama ya :)





Can you feel it? You're a twinkling star in the sky of the Beloved.
Shine, shine brightly. The heavens deserve your brilliance.

~Rumi

No comments: