Monday, October 8, 2012

Perahu kertas 2


Kamar seorang teman di Palembang utara 10.43

Pada menit itu saya mulai mengetik tulisan ini, setelah selama kurang lebih dua jam hanya bermain-main dengan scrolling di timeline twitter, “ngubek-ubek” kompas dot com dan blog walking tanpa tahu mau menulis apa. Bigail ponakan temen saya sesekali memasuki kamar bertanya tanpa berhenti, seperti efek domino, saya sampai kehabisan jawaban, sampai ke saya berganti celana pendek ditanyakan mengapa dan darimana, demikianlah . Pertanyaan darimana itu yang kemudian membuat saya mendapatkan ide untuk menulis ini. Perahu kertas 2. Akhirnya saya nonton juga bagian terakhir dari film yang diadaptasi dari novel Dewi Lestari yang skenarionya juga ditulis oleh beliau. Bagian kedua ini mungkin lebih bisa mewakili novelnya dibanding yang bagian pertama.

Dan bagian ini juga cukup sukses membuat saya berlinangan airmata, cinta tidak pernah mudah. Berputar-putar , menorehkan luka pada beberapa hati, untuk akhirnya masing-masing menemukan pelabuhan terakhirnya. Ini sebuah film, sebuah cerita yang diadaptasi dari sebuah novel, dan hidup seringkali bertolak belakang dengan novel atau cerita, hidup lebih sering ber-ending  sedih itulah kenapa film atau novel seringkali dibuat ber-ending bahagia [saya pernah membahas ini dengan seseorang pada suatu malam, entah dia masih mengingatnya atau tidak].

Tapi satu hal yang membuat saya percaya akan apa yang ingin disampaikan oleh novel/film ini adalah karena penulisnya Dewi Lestari, salah satu penulis favorit saya yang briliant. Apa yang ingin disampaikannya bahwa hidup ini terkadang harus berputar-putar dulu untuk sampai ke tujuannya. Sekali lagi apa yang terjadi selama masa berputar-putar itulah yang membuat hidup itu berwarna. Bisakah kita membayangkan jika hidup itu sebuah jalan yang hanya lurus saja, mulus saja, putih saja bukankah akan sangat membosankan. Cerita melalui jalan berbatu yang coklat, berkelok yang merah saga, menanjak yang berwarna biru, tergelincir yang berwarna ungu, terjatuh yang berwarna kelabu, terkapar yang berwarna hitam muda, bangun menjadi jingga, berjalan lagi, berlari menemukan pelangi, berputar tergelincir lagi menjadi abu-abu, bangun lagi demikian seterusnya, bukankah itu lebih indah. Mungkin itu memang maksudNya, agar kita bisa melihat warna-warni kehidupan ini. Ahh...akhirnya thanks God for created seorang Dewi Lestari :))


*tulisan ini ditulis sambil mendengarkan curhat teman saya, maaf kalau typo sana sini dan agak kacau
#Oktober 8

No comments: