Kamar seorang teman di Palembang utara 10.43
Pada menit itu saya mulai mengetik tulisan ini, setelah selama
kurang lebih dua jam hanya bermain-main dengan scrolling di timeline twitter, “ngubek-ubek”
kompas dot com dan blog walking tanpa tahu mau menulis apa. Bigail ponakan
temen saya sesekali memasuki kamar bertanya tanpa berhenti, seperti efek domino,
saya sampai kehabisan jawaban, sampai ke saya berganti celana pendek ditanyakan
mengapa dan darimana, demikianlah . Pertanyaan darimana itu yang kemudian
membuat saya mendapatkan ide untuk menulis ini. Perahu kertas 2. Akhirnya saya
nonton juga bagian terakhir dari film yang diadaptasi dari novel Dewi Lestari
yang skenarionya juga ditulis oleh beliau. Bagian kedua ini mungkin lebih bisa
mewakili novelnya dibanding yang bagian pertama.
Dan bagian ini juga cukup sukses membuat saya berlinangan
airmata, cinta tidak pernah mudah. Berputar-putar , menorehkan luka pada
beberapa hati, untuk akhirnya masing-masing menemukan pelabuhan terakhirnya. Ini
sebuah film, sebuah cerita yang diadaptasi dari sebuah novel, dan hidup
seringkali bertolak belakang dengan novel atau cerita, hidup lebih sering ber-ending
sedih itulah kenapa film atau novel
seringkali dibuat ber-ending bahagia [saya pernah membahas ini dengan seseorang
pada suatu malam, entah dia masih mengingatnya atau tidak].
Tapi satu hal yang
membuat saya percaya akan apa yang ingin disampaikan oleh novel/film ini adalah
karena penulisnya Dewi Lestari, salah satu penulis favorit saya yang briliant. Apa
yang ingin disampaikannya bahwa hidup ini terkadang harus berputar-putar dulu
untuk sampai ke tujuannya. Sekali lagi apa yang terjadi selama masa
berputar-putar itulah yang membuat hidup itu berwarna. Bisakah kita
membayangkan jika hidup itu sebuah jalan yang hanya lurus saja, mulus saja, putih
saja bukankah akan sangat membosankan. Cerita melalui jalan berbatu yang coklat,
berkelok yang merah saga, menanjak yang berwarna biru, tergelincir yang
berwarna ungu, terjatuh yang berwarna kelabu, terkapar yang berwarna hitam muda,
bangun menjadi jingga, berjalan lagi, berlari menemukan pelangi, berputar
tergelincir lagi menjadi abu-abu, bangun lagi demikian seterusnya, bukankah itu
lebih indah. Mungkin itu memang maksudNya, agar kita bisa melihat warna-warni
kehidupan ini. Ahh...akhirnya thanks God for created seorang Dewi Lestari :))
*tulisan ini ditulis sambil mendengarkan curhat teman saya, maaf kalau typo sana sini dan agak kacau
*tulisan ini ditulis sambil mendengarkan curhat teman saya, maaf kalau typo sana sini dan agak kacau
#Oktober 8
No comments:
Post a Comment