bejana retak
aku kembali mengisinya dengan isak...
rintih pilu yang sesekali menyela...
aku masih menyebutNya...
selapis lagi saja kekuatan kumohonkan...
maaf...
aku tidak menepati janjiku untuk tidak lagi membukanya...
tapi kemana harus kubawa pedih ini....
ketika bara itu dipadamkannya...
aku harus menuliskan requim untuk diriku sendiri...
Gendhis...
bolehkan aku memanggilmu dengan nama itu....
karena kamu memang bocah paling manis yg pernah kutemui...
meski nama pemberian mama papa mu lebih cantik dari nama itu...
Gendhis....
aku merindukan tawamu....
aku merindukan pelukan hangatmu.....
aku merindukan celotehmu.....
saat tak ada seorangpun disini....tak seorangpun....
sepi dan sunyi yang membakar diriku hidup-hidup....
Gendhis.....
mungkin engkau terlalu hijau untuk mengerti.....
ketika penantian menjadi abadi....
merah saga senja terlihat pucat pasi....
Gendhis.....
mungkin engkau terlalu hijau untuk mengerti.....
ketika mereka mempertanyakannya lagi....
dalam hati aku menjerit.....aku tidak mencari seorang santa...
aku cuma mencari tawa untuk bersama belajar menjadi santa....
Gendhis...
memang engkau terlalu hijau untuk mengerti....
ketika kembali mereka tanpa bosan mempertanyakannya lagi...
dalam hati aku berteriak sengit....aku tidak mencari arjuna dan istananya.....
karena manusia tidak hidup karena rupa dan dari roti saja....
Gendhis......
kelak engkau pasti akan mengerti....
kalaupun pada saat itu engkau hanya menemukan batu nisanku....
aku tidak ingin marmer merah seperti milik papa mu....
cukup rimbun rumput jepang dan setangkai lily putih....
bahwa aku hanya mencari bahagia.....
bahagia dari cinta yang membawa tawa....
No comments:
Post a Comment