Bagaikan strawberry yang jatuh dari surga....
itulah saat pertama kali aku melihat perempuan bermata telaga itu…kata lelaki bersahaja itu
Dan ketika aku mulai menyapanya….
penilaianku berubah ia bukan sekedar strawberry yg jatuh dari surga…
ia adalah apel merah yang jatuh dari surga….
Dan setelah satu minggu aku mengenalnya….
penilaianku kembali berubah…..
ia adalah gambaran sempurna dari seorang hawa yang belum tergoda tipu daya iblis….
perempuan berhati telaga.....
Apa yang membuatmu menilai seperti itu…? Tanya teman seperjalanannya yang berambut ikal.
Kepenuhan seorang perempuan bukan pada saat dia menikahi seorang laki-laki,
melahirkan seorang anak dan melakukan semua hal yang mampu dilakukannya.
Kepenuhan seorang perempuan adalah pada saat ia menjadi seperti apa yang Tuhan inginkan baginya…
(kutipan dari internet yang saya lupa siapa yang menulisnya, maaf mbak mas pinjam kata-kata bijaknya)
Dan setelah satu tahun aku bersamanya…
ia memaksaku berjanji untuk menjadikan dua ‘malaikat’ kecil kami,
menjadi perempuan-perempuan seperti yang Tuhan inginkan bagi mereka….
perempuan-perempuan berhati telaga.
Dan tunai sudah janjiku 26 tahun yang lalu....
ketika mereka kupaksa juga berjanji menjadikan putri-putri kecil mereka...
menjadi perempuan-perempuan seperti yang Tuhan inginkan bagi mereka....
kata lelaki itu yang kini kedua mata nya telah basah
Lalu apa yang kau tangisi…..? Tanya laki-laki lain yang juga menjadi teman seperjalanannya,
yang tak berhenti menghisap kretek….
Laki-laki itu menerawang jauh…...
masih terlihat sisa-sisa kegagahan di masa lalu…
kerut-kerut diwajahnya mulai nampak jelas terlihat sebagai gambaran perjuangannya ,
kulitnya legam terbakar matahari…..
ia menghembuskan nafasnya dalam-dalam dan berbisik lirih :
aku hanya merindukannya…..sangat merindukannya…..
aku seperti melihat dia dalam diri kedua putriku…..
ia membuatku dan memberi ku kesempatan menjadi seorang laki-laki sejati….
menjadi pejantan tangguh….
selamat malam pejantan tangguh itu adalah kata-kata yang selalu dia ucapkan sebelum tidur.
Pernah suatu kali aku menanyakan padanya mengapa ia memanggilku seperti itu.
Ia berkata, karena engkau adalah lelakiku, didada mu aku menangis,
dipundakmu aku bersandar, dibahumu aku letakkan semua bebanku…
engkau pergi dengan segenggam semangat tiap pagi
dan pulang membawa sekeranjang warna warni pelangi di sore hari,
hujan badai kau arungi… jalan terjal dan berbatu kau lewati tiap hari tapi kau selalu bisa pulang membawa senyum…senyum kelelahan…tapi dari situ aku tahu bahwa engkau ‘laki-laki’…engkau tangguh…
Itu kalimat terakhir dari laki-laki itu, karena sedetik kemudian dia mengejang dan memegang dadanya….dan detik berikutnya kepalanya terkulai lemah, senyum kedamaian menghiasi wajah teduhnya. Sejenak kemudian gemparlah Gerbong 9 Kereta Jayagiri tujuan Jogjakarta.
Sementara di dua rumah mungil disudut ibukota empat bayi mungil tak berhenti menangis digendongan ayah ibunya yang terdiam setelah menerima telephone dari orang yang mengaku teman seperjalanan ayahnya..
*terinspirasi oleh lelaki bersahaja yang dititipi 4 orang putra putri yang masih sangat kecil oleh istrinya tercinta dan tetap sendiri sampai akhir hayatnya. Simbah kakung Moelyo Atmojo.
No comments:
Post a Comment